Wanita, Hijab, dan Stereotype yang Melekat

Wanita, Hijab, dan Stereotype yang Melekat

Jakarta, CNN Indonesia —

“Kalau berhijab, pasti…..,” “Kalau berhijab, seharusnya….”

Anda pasti sering dengar kalimat-kalimat semacam itu. Kalimat yang membungkus wanita-wanita berhijab dalam lingkaran stereotype, dari kritik sampai hal-hal yang kata orang ‘wajib.’

Mereka yang berhijab dituntut berperilaku baik sesuai keinginan masyarakat, apalagi jika mereka adalah publik figur, atlet atau seseorang yang cukup dikenal masyarakat.

“Mereka yang mengenakan hijab selalu dikaitkan dengan kalem, sopan dan hal-hal seperti itu. Padahal banyak stigma ini tidak tepat dan tidak sesuai keinginan mereka,” kata Ayoe dalam acara Vaseline Hijab Bright yang digelar secara daring, Kamis (21/10).

Psikolog Ayoe Sutomo mengatakan, meski kondisi dan situasi sudah terbilang modern, nyatanya pandangan masyarakat soal wanita dan hijab masih terbilang kuno. Satu hal yang banyak terjadi adalah, wanita berhijab atau yang populer dengan nama hijaber ini juga sering dianggap ‘rapuh’ dan ‘lemah’ sehingga tak bisa melakukan apapun. Hijab juga sering dianggap tak berprestasi sehingga kerap kehilangan kesempatan berkarier dan mengejar keinginan mereka.

Ditambahkan dia, hijaber dianggap tidak sesuai dengan pekerjaan tertentu atau melakukan kegiatan tertentu. Tak sedikit ini membuat hijaber menutup diri dan membuang mimpi mereka.

“Hijaber tak boleh jadi atlet, olahraga tidak sesuai dengan hijab, hijaber hanya boleh mengurus rumah tangga, tak ada kesempatan berkarier. Stigma ini masih ada di masyarakat,” katanya.

Menurut Ayoe banyak pandangan salah yang dipatok masyarakat terhadap hijaber. Salah satu hal yang salah misalnya hijaber tidak boleh berolahraga. Olahraga atau melakukan hal yang disukai, faktanya bisa membuat orang lebih bahagia dan menjadi salah satu selfcare yang bisa dilakukan, terlepas dari hijab atau tak berhijab, laki-laki atau perempuan.

Ayoe juga menyinggung perkembangan digital yang semakin mempersempit gerak perempuan berhijab. Jika dulu perempuan berhijab hanya menerima kritikan langsung, sekarang kritikan dan caci maki juga harus diterima di media daring yang bisa dibaca setiap saat dan di mana saja.

“Tuntutan stigma dulu hanya didengar, sekarang anytime, anywhere, tak ada batas, ini bisa membuat gerah emosi semakin tinggi,” kata dia.

Cara menghadapi stereotip terhadap perempuan berhijab


BACA HALAMAN BERIKUTNYA


Scroll to Top