Vatikan mengaku telah menjatuhkan sanksi kepada Uskup Carlos Ximenes Belo (Uskup Belo) dari Timor Leste atas skandal pelecehan seksual selama 1990-an. Belo merupakan tokoh kemerdekaan Timor Timur sekaligus pemenang Hadiah Nobel Perdamaian.
Pengumuman Vatikan ini muncul sehari setelah sebuah majalah Belanda, De Groene Amsterdammer, mengungkap pelecehan seksual yang dilakukan Uskup Belo terhadap sejumlah anak laki-laki di Timor Leste selama periode 1990-an dengan mengutip dua orang yang disebut korban.
Kepada De Groene Amsterdammer, dua korban menuturkan menerima pelecehan seksual dari Belo di rumahnya di Dili saat berusia 14-16 tahun dengan imbalan uang.
Menurut majalah itu, masih ada beberapa korban pelecehan lainnya yang belum buka suara.
Juru bicara Vatikan, Matteo Bruni, mengatakan pihaknya telah menerima tuduhan “tentang perilaku” Belo pada 2019 dan dalam waktu satu tahun telah memberlakukan pembatasan dan larangan terhadap sang uskup.
Sejumlah sanksi itu antara lain melarang Belo melaksanakan layanannya sebagai pemuka agama Katolik dan melarangnya melakukan kontak dengan anak di bawah umur dan pihak Timor Leste.
Vatikan, kata Bruni, juga menerapkan serangkaian pembatasan dan larangan lainnya terhadap Belo.
Dalam pernyataannya, Bruni mengatakan sanksi-sanksi itu ‘dimodifikasi dan diperkuat’ pada November 2021. Disebutkan juga oleh Bruni bahwa Belo telah secara resmi menerima hukuman dalam dua kesempatan itu.
Namun, Vatikan tak menjelaskan kenapa Paus saat itu, St Yohanes Paulus II, mengizinkan Belo mengundurkan diri sebagai kepala gereja di Timor Leste pada 2002, dua dekade lebih awal sebelum skandal ini terungkap.
Vatikan juga tidak menjelaskan mengapa pihaknya mengizinkan Belo dikirim ke Mozambik tempat ia bekerja dengan anak-anak.
Skandal Belo ini mengguncang Timor Leste karena menganggap sang mantan uskup sebagai pahlawan karena berjuang memenangkan kemerdakaan Timor Timur dari Indonesia.
“Kami di sini juga terkejut mendengar berita ini,” kata seorang pejabat di Keuskupan Agung Dili di Timor Timur, Kamis, kepada The Associated Press dengan syarat anonim.
Beberapa orang lainnya mengatakan mereka akan tetap mendukung Belo atas kontribusinya bagi negara dan perjuangannya untuk kemerdekaan.
“Kami menerima dan tunduk pada setiap keputusan yang dikeluarkan oleh Vatikan mengenai tuduhan terhadap Uskup Carlos Ximenes Belo, apakah itu benar atau salah,” kata Gregoriu Saldanha, yang memimpin Komite 12 November, sebuah organisasi pemuda yang didirikan setelah pembantaian di Santa Cruz.
Dia mengatakan pada konferensi pers di Dili bahwa “kami akan tetap berdiri bersama Uskup Belo, karena kami menyadari, sebagai manusia, Belo memiliki kelemahan atau kesalahan seperti orang lain. Jika dia melakukan kesalahan, itu kesalahan pribadinya, tidak ada hubungannya dengan agama.”
Dia menambahkan bahwa “Kita tidak bisa mengabaikan kebaikannya dan apa yang telah dia perjuangkan untuk rakyat Timor Timur. Belo adalah bagian dari perjuangan kita untuk kemerdekaan. Sebagai pemimpin gereja Katolik, dia telah memberikan dukungan dan solidaritas untuk perjuangan rakyat.”
(rds)