loading…
UGM menjamin tidak ada mahasiswanya yang drop out atau berhenti kuliah karena tak mampu bayar uang kuliah. Foto/Laman UGM.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Prof. Supriyadi mengatakan, UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu.
“Belum pernah ada cerita mahasiswa DO (drop out) karena tidak mampu membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal),” tegas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Prof. Supriyadi, dikutip dari laman UGM, Kamis (9/2/2023).
Menurut Supriyadi, untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai memang dibutuhkan biaya operasional yang besar.
Baca juga: Jurusan Kuliah dengan Daya Tampung Terbesar di UI, UGM, dan ITB untuk SNBP 2023
Di perguruan tinggi, besaran biaya operasional yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seorang mahasiswa hingga lulus dikenal dengan istilah Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
BKT ini jumlahnya tidak sama antara program studi yang satu dengan program studi yang lainnya sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran yang juga berbeda.
Selama ini, jumlah mahasiswa UGM yang ditarik biaya kuliah per semester berupa senilai besaran BKT relatif sedikit. Lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran BKT di program studi tempatnya menjalani studi.
“Ketika UKT sama dengan BKT itulah BEP (break even point)-nya. Kalau kita melihat profil mahasiswa UGM, UKT yang paling tinggi yaitu UKT 8 besarannya ada yang sama dengan BKT, ada yang sedikit di bawahnya, dan hanya 9,2 persen mahasiswa UGM yang masuk mendapat UKT tertinggi ini. Kita sudah melakukan subsidi agar proses pendidikan dapat terselesaikan dengan baik,” terang Supriyadi.
Ia melanjutkan, sekitar 20 persen mahasiswa UGM masuk dalam penerima UKT 0, UKT 1 dan UKT 2 dengan biaya kuliah per semester sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta.