Jakarta, CNN Indonesia —
Kondisi Taiwan dan China kian memanas. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memperingatkan dunia bahwa akan ada konsekuensi malapetaka jika Taiwan jatuh ke tangan China.
“Mereka harus ingat bahwa jika Taiwan jatuh, konsekuensinya akan menjadi malapetaka bagi perdamaian kawasan dan sistem demokrasi,” ujar Tsai dalam artikel opininya di Foreign Affairs, sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (5/10).
“Ini akan menjadi sinyal bahwa tantangan akan nilai-nilai global sekarang ini, yaitu otoritarianisme, dapat mengalahkan demokrasi,” ia melanjutkan
Lalu, siapa sebenarnya Tsai Ing-wen?
Melansir Britannica, Tsai adalah presiden perempuan pertama Taiwan sejak 2016.
Tsai, yang merupakan keturunan Hakka, adalah satu dari sembilan anak yang lahir dari keluarga bisnis kaya.
Tsai meraih gelar sarjana hukum (1978) dari Universitas Nasional Taiwan di Taipei. Selanjutnya, ia kuliah di Cornell University (1980) dan London School of Economics (1984), dengan masing-masing memperoleh gelar master dan doktor dalam bidang hukum.
Sebagai ahli taktik yang cerdik, Tsai menghabiskan 15 tahun sebagai negosiator perdagangan sebelum memimpin Dewan Urusan Daratan Taiwan, yang menangani masalah dengan China daratan. Ia juga menjadi ketua Partai Progresif Demokratik, dilansir CNN.
Walaupun begitu, Tsai dikenal sebagai pemimpin yang introvert. Ia menghargai privasi dan tidak suka keramaian.
“Ketika saya menjadi presiden, saya tampak seperti seseorang yang agak terisolasi dan [publik] merasa ada semacam jarak antara saya dan mereka,” cerita Tsai.
Tak hanya itu, Tsai juga mengungkapkan penyesalannya pada awal menjabat sebagai pemimpin Taiwan. Ia menyesal tidak menghabiskan cukup waktu dengan pemilih Taiwan.
“Banyak orang mengira saya agak terpisah dari mereka,” katanya.
Tugas berat Tsai Ing-wen dari penanganan Covid-19 hingga ancaman China, baca di halaman berikutnya…
Tugas Berat Tsa Ing-wen