Ternyata Banyak Pasien Indonesia Berobat ke Taiwan, Apa Alasannya?

Ternyata Banyak Pasien Indonesia Berobat ke Taiwan, Apa Alasannya?

Suara.com – Selama ini banyak pasien Indonesia yang menjalankan pengobatan dan perawatan di luar negeri. Dari berbagai tujuan, ternyata Taiwan menjadi salah satunya.

Dalam keterangan yang diterima Suara.com, Jumat, (5/11/2021), pada tahun 2020, lebih dari 223.000 pasien asing tertarik untuk menerima layanan medis di Taiwan.

Sekitar 42 persen berasal dari negara-negara Asia Tenggara, dan sekitar 12,06 persen dari jumlah pasien tersebut berasal dari Indonesia.

Beberapa pihak mengklaim bahwa Taiwan memiliki sistem perawatan medis (Smart Health Care) yang sebanding dengan Eropa dan Amerika Serikat.

Baca Juga:
Hari Ini Tiba di AS, SBY Tak Bisa Langsung Jalani Pengobatan ke Rumah Sakit

Ilustrasi rumah sakit. (Shutterstock)
Ilustrasi rumah sakit. (Shutterstock)

Pada tahun 2021, sebanyak 13 institusi medis Taiwan telah berhasil mendapatkan sertifikasi JCI (Joint Commission International), yang diakui sebagai sertifikat kompetensi yang paling dapat diandalkan oleh komunitas medis dunia.

Selama ini, Taiwan telah mengedepankan layanan medis sebagai inti dari bisnis industri, menggabungkan Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah dievaluasi secara internasional dan konsisten, ditambah dengan mengumpulkan berbagai penemuan terbaru dari hasil penelitian dan pengembangan seperti bioteknologi dan bahan medis.

Dengan kemampuan tersebut Taiwan dinilai memiliki kinerja luar biasa dalam industri Telemedicine dan Smart Healthcare.

Semua itu nantinya akan dibahas dalam webinar yang dilangsungkan secara gratis pada 11 November 2021 bertama Enabling Technologies for Smart Healthcare: Contactless Remote Monitoring Technologies”.

Webinar itu diadakan oleh Taiwan External Trade Development Council (TAITRA). Dalam webinar tersebut para ahli medis dari National Taiwan University Hospital dan para profesional teknologi lainnya, mengenai platform yang mampu memantau sistem atau kadar oksigen dalam darah secara langsung.

Baca Juga:
Layanan Kesehatan Indonesia Masih Tertinggal Dibandingkan Negara Lain di Asia

Teknologi ini akan membantu staf medis untuk memantau perubahan fisiologis pasien dengan pneumonia koroner baru secara real time, dan menghindari kematian mendadak akibat gejala hipoksia yang tak terlihat.

Scroll to Top