Sejumlah peristiwa meramaikan berita internasional pada Senin (13/9), mulai dari Taliban mengizinkan perempuan sekolah dengan syarat, melarang wanita jadi menteri hingga 50 tentara junta Myanmar tewas saat bertempur dengan milisi.
Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani, menegaskan kaum perempuan Afghanistanbisa terus sekolah hingga tingkat perguruan tinggi bahkan tingkat pasca-sarjana.
Meski begitu, Haqqani menuturkan ada beberapa syarat yang harus dilakukan perempuan sebelum bisa meneruskan pendidikan mereka yakni wajib menggunakan pakaian Islami seperti hijab hingga ruang kelas akan dipisah dengan kaum laki-laki.
Haqqani tidak menjabarkan dengan jelas apakah pakaian wajib perempuan Afghanistan tersebut termasuk mengenakan cadar dan burkak.
Haqqani juga menuturkan mata pelajaran yang diajarkan bagi siswa perempuan juga akan ditinjau. Meski tidak merinci, selama ini Taliban melarang ketat musik dan seni di pemerintahan mereka sebelumnya
Taliban menegaskan perempuan Afghanistan tidak bisa terlibat dalam urusan pemerintahan seperti menjabat sebagai menteri.
Salah satu juru bicara Taliban, Syed Zekrullah Hashmi, mengatakan tugas utama perempuan adalah melahirkan dan membesarkan anak. Ia menilai perempuan tidak perlu ada dalam kabinet pemerintahan Afghanistan.
“Perempuan tidak bisa bekerja memimpin kementerian. Itu seperti Anda menaruh sesuatu yang tidak sanggup mereka pikul di leher mereka,” kata Hasmi dalam sebuah wawancara dengan TOLO News seperti dikutip Associated Press.
Dalam kesempatan itu, Hasmi menuturkan tidak penting bagi pemerintah Afghanistan memiliki wakil perempuan dalam kabinetnya.
“Perempuan Afghanistan adalah mereka yang melahirkan generasi Afghanistan, mendidik mereka, mendidik etika Islam pada mereka,” kata Hasmi saat ditanya presenter soal tanggapan Taliban terkait peran perempuan dalam pemerintahan.
Setidaknya 50 tentara junta militer dilaporkan tewas dalam dua gempuran pasukan perlawanan rakyat Myanmar sepanjang akhir pekan lalu.
Media lokal Myanmar, The Irrawaddy, melaporkan bahwa kedua gempuran itu terjadi di Negara Bagian Chin dan Kawasan Magwe.
Awalnya, sekitar 200 anggota Pasukan Pertahanan Chin-Thantlang (CDF-T) dan Asosiasi Nasional Chin (CNA) mulai menyerang pos militer di Desa Lungler di dekat perbatasan dengan India pada Jumat (10/9).
Namun, pasukan perlawanan rakyat itu harus mundur pada malam itu karena jet-jet junta terus menggempur mereka dari udara.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan negara-negara untuk berhubungan dengan Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan.
“Sangat penting untuk terlibat dengan Taliban pada saat ini,” kata Guterres di sela-sela konferensi tingkat tinggi tentang bantuan untuk Afghanistan, Senin (13/9), dikutip dari AFP.
Menurut Guterres, berhubungan dengan Taliban dapat mencegah keruntuhan ekonomi di Afghanistan.
“Tidak mungkin memberikan bantuan kemanusiaan di Afghanistan tanpa melibatkan pihak berwenang de facto (Taliban),” kata Guterres.
(rds)