Sultan Akbar dan Kontroversi Ajaran Din i ilahi (27/4)

Sultan Akbar dan Kontroversi Ajaran Din i ilahi (27/4)

Jakarta, CNN Indonesia —

Saat memimpin Dinasti Mughal, Sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan atau Maharaja Akbar mencetuskan pemikiran baru yang dinilai kontroversial yakni Din i-ilahi.

Konsep itu memadukan berbagai ajaran agama, khususnya Islam dan Hindu di India.

Menurut Encyclopedia Britannica, ajaran Din i-ilahi mengajak setiap orang untuk memurnikan dirinya melalui kerinduan akan Tuhan sebagaimana prinsip mistisisme, dibolehkan melakukan selibat seperti dalam ajaran Katolik, dan melarang penyembelihan hewan seperti ajaran Jainisme.


Akbar juga memasukkan ajaran Zoroastrianisme, yakni menjadikan sumber cahaya matahari dan api sebagai objek pemujaan.

Saat itu, agama yang dianut masyarakat yakni India Hindu, Islam, Sikh, Jaina, Buddha, Kristen dan Zoroaster. Adanya din-ilahi yang dicetuskan Akbar agar seluruh agama yang ada di India bersatu.

Salah satu tujuannya untuk kepentingan stabilitas politik.

Di dalam kerajaan, Sultan Akbar juga mengizinkan istrinya mengajarkan agama yang dianut sebebas-bebasnya. Bahkan, ia juga mengundang para pendeta Kristen untuk berdiskusi dengan para ahli fikih Muslim.

“Dia melihat bahwa untuk menjamin kedamaian masyarakat di India, Islam harus menerima unsur-usur dari luar, baik dari Hindu, Zoroaster atau dari agama lainnya,” demikian menurut penulis buku Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Husayn Ahmad Amin.

Menurut Guru Besar Pemikiran Islam IAIN Sumatera Utara , Syahrin Harahap, dalam kata pengantar di Buku Din I Ilahi: Pemikiran Sinkretis Keagamaan Sultan Akbar The Great (1556-1605), ada faktor lain yang mendorong Akbar menerapkan paham tersebut selain faktor kekeluargaan dan demi kelanggengan kekuasaan.

“Akbar memiliki kebersamaan yang mendalam mengenai perlu ditegakkannya kebersamaan manusia yang berbeda agama untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik,” katanya.

Terlepas dari konsep Din i ilahi, kaum Muslim pada masa itu menentang ajaran Sultan Akbar karena dianggap tidak sesuai syariat Islam.

Dalam Din i ilahi, semua pemimpin agama harus tunduk dan sujud pada Akbar.

Kemudian, “Assalamualaikum” diganti “Allahu Akbar” dan “Alaikum Salam” diganti “Jalla Jallah.”

Mengutip Encyclopedia Britannica, ajaran itu juga dinilai berfungsi sebagai pengkultusan diri Akbar. Ia juga disebut mengklaim dirinya sebagai seorang pembaharu Islam.

Kebijakan lain yang diterapkan Akbar selama memimpin Dinasti Mughal adalah sulh-i-kuhl atau shalakul yang artinya toleransi universal, sehingga rakyat dipandang secara setara. Dengan adanya kebijakan tersebut, tidak ada lagi pengkotak-kotakan karena perbedaan agama maupun ras.

Karen Armstrong dalam buku Islam: A Short History menyebut ajaran shalakul adalah sistem politik yang mengekspresikan cita-cita sufi, yaitu perdamaian universal yang secara positif mencari kesejahteraan materi dan rohaniah dari semua umat manusia.

Terlepas dari kontroversi soal Din-i-ilahi, Sultan Akbar berusaha menembus batas-batas sektarian antara tradisi Hindu dengan agama-agama lain di India. Ia dikenang bukan saja karena kekuasaannya tapi juga upayanya untuk menciptakan masyarakat sekuler dan toleran.

(isa/ayp)

[Gambas:Video CNN]


Scroll to Top