Studi teranyar mengungkap bahwa sejumlah warga Korea Utara menemukan cara mengatasi kontrol ponsel yang diterapkan pemerintah.
Dalam laporan terbarunya, organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat, Lumen, mengungkap bahwa warga Korut mengelabui kontrol tersebut dengan melakukan peretasan.
“Skala peretasan tampaknya masih kecil, tapi perubahan baru-baru ini terhadap hukum Korea Utara menunjukkan pihak berwenang melihat serius masalah itu,” demikian laporan Lumen yang dikutip Reuters, Kamis (28/4).
Lumen sendiri merupakan organisasi nirlaba yang didirikan untuk membantu warga Korut mendapat akses informasi dan media tanpa sensor.
Dalam pembuatan laporan ini, mereka bekerja sama dengan layanan keamanan teknologi informasi yang berbasis di Jerman, ERNW.
Menurut laporan itu, sebagian besar pengetahuan untuk meretas telepon berasal dari warga Korut yang dikirim ke China. Mereka biasanya menjadi pegawai outsourcing dalam bisnis perangkat lunak.
Saat ini, ponsel pintar sebenarnya sudah beredar luas di Korea Utara. Namun, hanya beberapa orang yang diizinkan mengakses internet global.
Perangkat di negara tersebut harus memiliki aplikasi yang dibuat pemerintah untuk memantau mereka mengakses apa saja.
Lumen lantas memeriksa ponsel pintar yang dikontrol pemerintah. Mereka juga mewawancarai dua pembelot yang mengaku bisa mengakali pembatasan tersebut sebelum mereka meninggalkan negara itu.
Laporan ini dianggap dapat membantah asumsi bahwa ketiadaan akses internet membuat warga Korut tak punya pengetahuan dan alat untuk melakukan serangan yang efektif terhadap mekanisme kontrol informasi negara.
Menurut laporan itu, warga Korut melakukan peretasan untuk mengelabui sistem keamanan telepon. Mereka juga meretas untuk mengunduh berbagai aplikasi, filter foto, dan file media yang seharusnya tidak diizinkan.
Laporan itu juga mengungkap, nilai jual kembali ponsel juga bisa meningkat dengan mengakses dan menghapus tangkapan layar yang diambil secara otomatis oleh “Trace Viewer.” Kegiatan ini dilarang dan ilegal.
Trace viewer merupakan aplikasi yang harus ada di setiap ponsel pintar Korut. Aplikasi ini mengambil tangkapan layar secara acak dan membuat pengguna tak dapat mengaksesnya, sebagai cara untuk mencegah warga melakukan aktivitas ilegal.
Selain itu, Korut juga sempat menonaktifkan akses Wi-Fi ke perangkat-perangkat ponsel. Mereka baru mengizinkan kembali koneksi ke Wi-Fi belakangan ini, setelah pemerintah dapat memastikan jaringan itu hanya digunakan untuk aktivitas yang disetujui.
Pemerintah Korut memastikan hal tersebut menggunakan kartu SIM, kata sandi, dan perangkat lainnya yang mendukung.
(isa/has)