Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kolombo membeberkan situasi krisis ekonomi yang memburuk di Sri Lanka.
KBRI menuturkan akibat bahan bakar minyak (BBM) hingga gas LPG yang semakin langka hingga harganya selangit, banyak warga Sri Lanka yang beralih ke kayu bakar untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Situasi tersebut diungkap pejabat konsuler KBRI Kolombo, Heru Prayitno saat ditanya situasi di Sri Lanka pada Rabu (22/6).
“Sebagian masyarakat beralih ke kayu bakar dan sebagian menggunakan listrik dengan penggunaan minimal untuk keperluan memasak, baik untuk rumah tangga maupun kebutuhan usaha agar tetap survive [bertahan],” ujar Heru kepada CNNIndonesia.com
Heru juga mengatakan pemadaman listrik bergilir masih terus terjadi dengan durasi 3 hingga 4 jam perhari imbas krisis.
Krisis bahan bakar minyak (BBM) juga membuat warga di Sri Lanka rata-rata harus antre 7 hingga 9 jam demi mendapatkan beberapa liter bensin.
“Pada 17 Juni 2022 masyarakat, termasuk staf KBRI, harus antre 5-9 jam bahkan lebih untuk mendapat bahan bakar,” jelas Heru.
Beberapa hari setelah itu, pasokan BBM kembali tersedia. Antrean warga pun cuma sekitar 1 hingga 1,5 jam.
Selain itu, Heru menerangkan harga barang kebutuhan pokok semakin mahal. Prediksi krisis pangan juga membayangi warga Sri Lanka, terutama kelompok masyarakat rentan.
Harga beras lokal per kilo dibanderol 500 rupee Sri Lanka (LKR) atau sekitar Rp20 ribu, yang mulanya LKR350 atau sekitar Rp14 ribu.
Adapun untuk daging ayam yang mulanya dibanderol LKR700 atau sekitar Rp28.795 sekarang menjadi 1.100 LKR atau sekitar Rp45.249. Namun, persediaan pangan disebut masih mencukupi.
“Stok pangan hingga saat ini masih tersedia namun dengan harga yang tinggi,” ujar Heru.
Sri Lanka sedang berada dalam krisis besar mulai dari ekonomi hingga politik karena pinjaman yang melambung, gagal mengelola finansial negara dan diperburuk pandemi Covid-19.
Kekurangan mata uang asing juga membuat Sri Lanka tak mampu membayar impor penting seperti bahan bakar minyak.
Sekitar 5 juta penduduk di Sri Lanka juga dilaporkan akan mengalami kekurangan pangan akibat krisis ini.
Menanggapi kondisi di negara Asia Selatan itu, sejumlah negara turut mengirim bantuan. Mulai dari Indonesia hingga China.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga berencana mengumpulkan dana hingga US$47 miliar atau sekitar Rp696 triliun untuk membantu Sri Lanka.
Meski kondisi sudah terbilang parah, KBRI belum memutuskan untuk mengevakuasi WNI yang tinggal di Sri Lanka.
(isa/rds)