Sistem Hybrid, Opsi Perhelatan Acara Musik di Masa Pandemi

Sistem Hybrid, Opsi Perhelatan Acara Musik di Masa Pandemi

Jakarta, CNN Indonesia —

Bebas dari zona merah tak membuat pemerintah Indonesia gegabah dalam menyelenggarakan kegiatan seni berskala besar seperti konser. Untuk itu, pemerintah berkomitmen akan memfasilitasi kegiatan masyarakat agar tetap produktif dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan.

Diharapkan, antisipasi terjadinya lonjakan kasus harus selalu menjadi prioritas utama setiap pihak. Direktur Musik, Film, dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Mohammad Amin mengatakan, untuk penyelenggaraan acara besar di tengah situasi yang membaik, pihaknya harus tetap berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya.

“Dari Kemenparekraf sendiri panduannya adalah CHSE (cleanliness, health, safety, environment sustainability),” ujarnya dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN, Selasa (19/10).

Selain itu, pemerintah membuat sejumlah peraturan wajib seperti tes antigen atau PCR, menghindari interaksi fisik sesama musisi atau mengajak penonton ke panggung, hingga menggunakan instrumen pribadi yang sudah disucihamakan. Sementara terkait perizinan, pihaknya hanya sebatas memberikan rekomendasi.

“Kemenparekraf bisa berikan rekomendasi, namun untuk izin wilayah masing-masing itu berada di ranah Pemda, akan berikan izin atau tidak. Tergantung pada dari status wilayahnya,” ujar Amin.

Konser hybrid disebut sebagai alternatif yang pas untuk menggelar kegiatan di masa pandemi. Dia menjelaskan, konser tetap bisa digelar di masa pandemi dengan beberapa improvisasi, misalnya perhelatan tanpa penonton di sejumlah titik destinasi wisata superprioritas seperti Labuan Bajo, Mandalika, Danau Toba, atau Candi Borobudur.

Amin yakin, fenomena hybrid masih akan terus bertambah, sekalipun pandemi usai. Hal itu disebabkan karena digitalisasi yang tak terhindarkan.

“Dunia musik masuk ke dalam digitalisasi ini. Musik itu bagian dari kesenian, orang akan cenderung kreatif di masa sulit. Banyak karya besar lahir di masa sulit. Nantinya hybrid akan menjadi sesuatu yang jamak,” ujarnya.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi menyampaikan bahwa tujuan utama pembukaan kembali industri kreatif adalah untuk membantu memulihkan produktivitas masyarakat, juga demi pertumbuhan ekonomi.

“Jadi ada proses peralihan di dalamnya. Ada istilah untuk ini, yaitu transisi darurat ke pemulihan, namun harus dilakukan dengan adaptasi kebiasaan baru. Semua pihak harus betul-betul mematuhi prokes dan melaksanakannya dengan aman dari Covid-19,” ujar Sonny.

Apabila semua elemen berkomitmen dan konsisten, maka upaya membangkitkan ekonomi sekaligus menjaga kesehatan dapat dilakukan. Amin mengakui, kasus Covid-19 saat ini melandai dan terkendali, namun dia mengingatkan agar hal ini tak menimbulkan euforia yang berpotensi membuat kasus kembali naik.

Konser musik memerlukan komitmen tegas dari penyelenggara dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Tak hanya itu, penyelenggara pun harus membentuk Satgas atau panitia khusus yang berdedikasi mengawasi penerapan prokes selama konser musik berlangsung.

Dia menegaskan, semua event skala besar harus mendapat izin dari Satgas daerah, yang mengetahui status epidemiologi, cakupan vaksinasi, serta level PPKM daerah terkait.

“Selama wilayah itu berada di level PPKM yang tidak mungkin dilaksanakan kegiatan, maka tidak akan diberikan izin. Karenanya, izin dari Satgas daerah menjadi hal penting, mereka yang menilai risikonya,” tuturnya.

Selain memastikan orang-orang yang berkegiatan di ruang publik memiliki risiko rendah Covid-19, juga perlu dilakukan upaya mitigasi dengan persiapan yang matang, pelaksanaan acara dengan disiplin prokes, serta implementasi aplikasi PeduliLindungi.

“Kami mendorong setiap pelaksanaan event besar untuk memakai aplikasi PeduliLindungi. Sebelum pelaksanaan kegiatan, mintakan QR code ke Kemenkes untuk digunakan di seluruh pintu masuk,” ujar Sonny.

Pada kesempatan yang sama, pendiri Backstagers Indonesia, Krisnanto Sutrisman mengatakan, asosiasi event organizer (EO) perlu mendapatkan sosialisasi dan pelatihan agar lebih memahami prokes dan tata cara melakukan kegiatan luring.

Menurutnya, prokes pada perhelatan kegiatan besar bukan hanya mengacu pada konser, tetapi juga termasuk corporate gathering atau marketing activation. Untuk itu, pihaknya meminta diadakan pelatihan dan simulasi penanganan prokes agar penyelenggara tahu apa yang harus dilakukan.

“Kami memahami, bahwa event dengan prokes sebaiknya dilakukan di dalam tempat yang terukur. Mungkin bisa dilakukan di area terbatas, bertahap dan perlahan. Untuk ini, edukasi ke ke masyarakat event harus lebih konkret. Kalau bicara siap, kami siap,” ujar Krisnanto.

(rea)

[Gambas:Video CNN]


Scroll to Top