Sebuah kelompok pemerhati hak asasi manusia internasional secara resmi mendesak Singapura untuk mendakwa mantan presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, yang kabur ke negara kota itu menghindari kerusuhan di negaranya.
Kelompok pemerhati HAM Truth and Justice Project mendesak pemerintah Singapura untuk menggunakan yurisdiksi universalnya untuk menangkap mantan presiden karena pelanggaran berat hukum humaniter internasional.
Kelompok HAM berbasis di Afrika Selatan itu meminta Singapura mengadili Rajapaksa atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang saudara dalam beberapa dekade dahulu.
Rajapaksa memimpin kementerian pertahanan Sri Lanka ketika saudaranya, Mahinda Rajapaksa, adalah presiden negara itu pada di awal 2000-an. Mereka pun dinilai bertanggung jawab ketika konflik dengan kelompok separatis Tamil pecah pada 2009.
Kelompok HAM itu menuduh pasukan pemerintah saat itu membunuh 40 ribu warga sipil dalam minggu-minggu terakhir perang saudara berlangsung.
“Ini termasuk pembunuhan, eksekusi, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, perampasan kebebasan, kerusakan tubuh dan mental yang parah, dan kelaparan,” menurut dokumen pengaduan setebal 63 halaman kelompok HAM itu kepada Jaksa Agung Singapura.
Kantor Jaksa Agung Singapura (AGC) pun mengonfirmasi pihaknya telah menerima pengaduan itu pada akhir pekan lalu.
Meski begitu, juru bicara AGC tak bisa berkomentar lebih lanjut soal masalah ini.
Sementara itu, pihak Rajapaksa juga tak segera bisa merespons permintaan komentar dari Reuters terkait hal ini.
(rds)