‘Sepi’ Lebaran di Saudi Tanpa Gema Takbir di Malam Idulfitri

‘Sepi’ Lebaran di Saudi Tanpa Gema Takbir di Malam Idulfitri

Jakarta, CNN Indonesia

Tak pernah tebersit dalam benak bahwa saya akan rindu kebisingan dan hiruk-pikuk jalanan di Indonesia saat tinggal di luar negeri, tepatnya di Arab Saudi.

Hiruk pikuk itu pun saya rindukan ketika momen Idulfitri datang. Tahun ini, saya kembali merayakan hari kemenangan di negara perantauan ini tempat saya mengabdi sebagai diplomat Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.

Suasana lebaran di Jeddah, tempat saya tinggal, jauh berbeda dengan di Indonesia. Saat Idulfitri, masyarakat Saudi hanya akan melaksanakan salat Id berjemaah lalu berbondong-bondong kembali ke rumah.

Terhitung, sudah empat kali saya melalui Lebaran Idulfitri di Negeri Minyak ini. Selama itu pula, hanya dua kali saya bisa merasakan kehangatan lebaran, yakni tahun lalu dan tahun ini.

Sejak pandemi Covid-19 merebak, Saudi sama halnya dengan negara lain, membatasi perkumpulan sosial sebisa mungkin demi memutus rantai penularan.

Tak ada salat berjamaah yang digelar saat lebaran tahun 2020 dan 2021. Warga Indonesia di Arab Saudi melangsungkan salat di rumah masing-masing dan berlebaran dengan anggota keluarga inti.

[Gambas:Video CNN]

Saya tak berani mengambil risiko jika mesti mengundang warga untuk salat berjemaah di Wisma Konsulat Jenderal RI Jeddah. Sebab saat itu, kumpul-kumpul hanya boleh untuk 50 orang saja dan jika lebih, akan dikenakan denda sebesar 5.000 riyal atau hampir Rp20 juta.

Tahun 2022 dan 2023 akhirnya sedikit banyak bisa mengobati kerinduan saya akan meriahnya Indonesia. Saya mengajak warga RI untuk salat bersama di halaman wisma yang dihadiri sekitar 1.600 orang.

Dua tahun terakhir benar-benar membantu saya menyegarkan kembali kenangan-kenangan di Indonesia, termasuk soal santapan khas lebaran.

Selama mengadakan salat Id bersama masyarakat RI di Saudi pada 2022 dan 2023, kami menyantap lontong sayur, opor, dan bakso setelah bersalam-salaman dan saling maaf-maafan.

Meski tak terdengar gema takbir di masjid maupun jalanan yang dilantunkan saat berkeliling seperti di Indonesia, mempersiapkan acara ini di malam sebelumnya sudah cukup menjadi pengalaman khusus bagi saya selama bertugas di Jeddah.

Memang, saya tak memungkiri bahwa hal-hal seperti kemacetan, keramaian pasar, hingga tumpah-ruah pengunjung mal yang biasanya cukup membuat penat kini menjadi momen hangat yang saya nantikan.

Bagi saya, suasana lebaran di Indonesia jauh lebih meriah dan hangat ketimbang di Arab Saudi.

Namun begitu, tetap ada beberapa persamaan antara lebaran di Saudi dan Indonesia. Walau tidak banyak, masyarakat Saudi juga ada yang mudik. Mereka akan pulang ke kampung halamannya, menemui keluarga, dan bersilaturahmi di hari yang Fitri ini.

Orang-orang di Saudi juga saling mengirimkan bingkisan. Biasanya, mereka membagikan coklat dan kurma satu sama lain.

Kalau bicara soal makanan, saya juga ingin memberitahu satu rahasia umum yang membedakan lebaran di Saudi dengan di Indonesia. Di Saudi, tidak ada kenaikan harga bahan pokok saat menjelang lebaran.

Karena di sini, meski termasuk hari libur nasional, masyarakat tidak heboh merayakan lebaran. Orang-orang Saudi sudah biasa makan-makan besar di hari biasa.

Jadi Idulfitri bukanlah hari istimewa di mana mereka harus masak hidangan khusus, mengenakan pakaian khusus, dan lain sebagainya.

Catatan penulis: Eko Hartono ialah Konsul Jenderal RI di Jeddah.

(blq/rds)


[Gambas:Video CNN]


Scroll to Top