Rijksmuseum, Bonnie, dan Kepala Pejuang Dihargai Rp15 Juta di Belanda

Rijksmuseum, Bonnie, dan Kepala Pejuang Dihargai Rp15 Juta di Belanda

Jakarta, CNN Indonesia

Cucu pejuang revolusi asal Sulawesi Selatan Andi Abubakar Lambogo, Ricky Lambogo mengecam narasi di sekitar pameran Rijksmuseum yang dinilai mendiskreditkan bangsa Indonesia karena tema ‘bersiap’ pada pameran yang dibuka pada Februari nanti di Amsterdam.

“Sangat tidak masuk akal fakta-fakta mengenai sejarah yang terbangun di Belanda,” ujar Ricky Lambogo kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/1).

Ricky merupakan cucu dari Pejuang asal RI asal Sulsel, Andi Abubakar Lambogo yang memimpin Komando Batalion I Massenrempulu yang menjadi bagian dari Tentara Republik Indonesia persiapan Sulawesi (TRIPS). Abubakar menjadi pejuang saat agresi Belanda pimpinan Kapten Raymond Westerling mendarat di Sulsel.

Abubakar tewas ditembak serdadu Belanda, kepalanya dipenggal dan diarak serdadu Belanda di Pasar Enrekang. Rumahnya dibakar. Nama Andi Abubakar Lambogo hingga saat ini diabadikan menjadi sebuah nama jalan dan taman kota di Kota Enrekang, Sulsel.

Pada September 2020, Pengadilan Sipil Den Haag menghukum Pemerintah Belanda membayar ganti rugi senilai €874.80 atau setara Rp15 juta kepada anak Andi Abubakar Lambogo, Malik Abubakar. Malik, 78 tahun, merupakan putra kandung sang pejuang.

“Dari putusan pengadilan atas kakek kami, sudah jelas bagaimana peristiwa yang sangat mengerikan itu bangsa Indonesia menjadi korban,” ujar Ricky.

Ricky juga menyoroti sikap pemerintah yang dinilai tak pernah hadir dalam setiap persinggungan sejarah mengenai agresi militer. Bahkan, kata dia, saat keputusan pengadilan Den Haag yang memutus salah pemerintah Belanda, tak ada kehadiran pemerintah Indonesia.

“Keluarga kami berjuang sendiri menuntut kehormatan,” ujarnya.

Pameran Rijksmuseum akan menggelar pameran berkaitan masa Revolusi Indonesia 1945-1947. Pameran tersebut memantik perhatian publik, khususnya di Indonesia usai sejarawan Bonnie Triyana dipolisikan.

Bonnie dalam sebuah artikel di koran lokal menolak keberadaan istilah Bersiap yang menjadi tajuk dalam pameran tersebut.

Bonnie menilai istilah ‘Bersiap’ yang digunakan hanya akan menebalkan cap sentimen rasialisme terhadap orang-orang Indonesia semasa periode 1945-1947. ‘Periode Bersiap’, dalam pandangan Bonnie, selalu menampilkan narasi tentang wajah orang Indonesia yang primitif, biadab, serta tersulut kebencian ras.

“Padahal akar persoalannya adalah ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme, yang membentuk struktur masyarakat yang hierarkis secara rasial guna menyelubungi eksploitasi terhadap koloninya,” tulis Bonnie dalam sebuah artikel opini di situs NRC, 10 Januari 2022.

Atas artikel itu, Bonnie dipolisikan oleh LSM di Belanda, Federatie Indien Nederlanders. Rijksmuseum pun tetap dalam rencana menggunakan istilah bersiap dengan segala argumentasinya.

(ain/ain)

[Gambas:Video CNN]


Scroll to Top