Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk meninjau ulang asesmen persiapan rencana penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang ditargetkan dapat terselenggara di 1.500 sekolah pada akhir September 2021.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menolak asesmen kesiapan PTM yang dilakukan melalui pengisian sejumlah modul kepada guru, siswa, dan orang tua.
Iman mengatakan, dalam proses asesmen tersebut Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan para guru, siswa, dan orang tua untuk mengisi 11 modul yang dibuat salah satu platform pembelajaran swasta bernama sekolah.mu sebagai syarat sekolah tatap muka terbatas. Kendati demikian, menurut Iman dalam modul-modul tersebut justru banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan persiapan PTM terbatas.
“Dari semua kolom modul-modul yang kami isi, banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan persiapan PTM Terbatas,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (19/9).
Di sisi lain, P2G juga menilai proses verifikasi faktual ke lapangan oleh tim dari Pemprov DKI Jakarta dalam rencana perluasan PTM masih sangat terbatas.
“Apa hubungannya modul dengan kompetensi guru dan kesiapan sekolah dalam PTM. Apa hubungan modul dengan kesiapan sarana-prasarana prokes di sekolah. Yang terjadi justru sekolah terdorong mengakali agar guru, siswa, dan orang tua menjawab pertanyaan di modul itu benar semua,” ujarnya.
Sebab tak berdasarkan asesmen verifikasi faktual di lapangan, pihaknya menilai target pembukaan 1.500 sekolah pada akhir September nanti terlalu gegabah dan dan dapat membahayakan seluruh sivitas akademik.
“P2G mendesak, Gubernur DKI Jakarta, Pak Anies Baswedan menghentikan model asesmen PTM yang merugikan guru, anak, dan orang tua macam ini. Akan ada 1.500 sekolah di DKI Jakarta dibuka dengan metode asesmen yang tak relevan seperti ini,” tegasnya.
Dugaan Bisnis dalam Proses Asesmen PTM di DKI
Dalam keterangan yang sama, Iman menyatakan pihaknya menilai kewajiban orang tua, murid, dan guru untuk mengisi modul asesmen persiapan PTM terbatas sarat muatan bisnis. Dalam pelaksanana asesmen PTM tersebut Dinas Pendidikan DKI bekerja sama dengan perusahaan platform pembelajaran swasta bernama sekolah.mu.
“P2G menilai skema kerjasama Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyerahkan sebagian syarat pembukaan PTM Terbatas ke salah satu perusahaan platform pembelajaran patut diduga sarat muatan bisnis,” katanya.
Iman mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan bahwa dalam modul asesmen PTM tersebut ditemukan sejumlah pertanyaan yang tidak relevan dan diajukan kepada para guru, siswa, dan orang tua. Selain itu, mereka juga menemukan instruksi yang menuntut agar para siswa mengisi formulir Club Member yang menanyakan sejumlah informasi data pribadi siswa.
Para siswa menurutnya juga diarahkan untuk mengenal paket-paket pendidikan komersial yang tak ada kaitan dengan persiapan PTM terbatas.
“Alih-alih menyiapkan PTM Terbatas, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta malah memberikan ruang praktik komersialisasi terselubung, dengan memberikan otoritas asesmen pembukaan sekolah kepada salah satu perusahaan pembelajaran digital,” ujarnya,
Lebih lanjut, dalam proses asesmen tersebut, Iman juga menilai hak kekayaan intelektual milik guru dan sekolah juga berpotensi dapat dilanggar oleh platform pembelajaran swasta tersebut. Pasalnya, saat mengisi modul, para guru diwajibkan memberikan uraian berbentuk dokumen berkaitan dengan rancangan, strategi, dan best practice pembelajaran yang akan mereka lakukan.
“Padahal dokumen semacam itu merupakan kekayaan intelektual guru. Nah, apa hak perusahaan platform swasta ini mengumpulkan data pribadi dan karya produk guru,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga khawatir data pribadi yang mereka isi melalui modul asesmen tersebut dapat disalahgunakan ataupun dipakai untuk kepentingan bisnis perusahaan. Hingga berita ini ditulis CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi pihak Dinas Pendidikan DKI terkait dugaan bisnis hingga ketidakpercayaan pada sistem asesmen berbasis modul tersebut.
Pertanyaan yang dilayangkan ke Kasubag Humas Disdik DKI Jakarta Taga Radja dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana belum direspons hingga tulisan ini dibuat.
(tfq/kid)