Suara.com – Bangunan gedung telah dianggap mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap menipisnya sumber daya alam, energi, pemanasan global dan perubahan iklim. Berdasarkan data yang ada, bangunan gedung telah berkontribusi terhadap 40% emisi gas rumah kaca yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global, bangunan telah menggunakan 12 % dari kapasitas air di dunia, bangunan gedung menyumbangkan 40% produksi sampah secara global.
Selain itu, pembangunan bangunan gedung juga dipengaruhi oleh peningkatan yang signifikan populasi dunia yang tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 1900, tercatat hanya 10% populasi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Namun pada tahun 2008, populasi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan sudah meningkat menjadi 50% dan diproyeksikan bahwa populasi penduduk dunia di daerah perkotaan akan naik menjadi 70% pada tahun 2050.
Hal tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2, dimana tercatat pada tahun 1960 konsentrasi CO2 hanya sekitar 315 ppmv dan pada tahun 2010 telah mencapai 385 ppmv.
Perubahan iklim, dalam hal ini adalah pemanasan global, juga sudah mulai terjadi dengan mencairnya gletser pada McCarthy Glacier, terjadinya kenaikan permukaan air laut, semakin menipisnya cadangan air bersih, dan semakin menipisnya cadangan bahan bakar.
Baca Juga:
Total Hadiah Rp50 Juta, Ayo Semarakkan Hari Habitat Dunia – Hari Kota Dunia 2021!
Sehubungan dengan dampak besar terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh bangunan Gedung, maka kita harus mulai merubah konsep pembangunan bangunan gedung ke arah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Konsep tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk Bangunan Gedung Hijau (BGH). Konsep BGH ini dianggap lebih baik dalam hal penggunaan sumber daya dibandingkan dengan bangunan gedung “konvensional”, dimana konsep BGH lebih mengedepankan pada efisiensi energi, air dan material.
Bangunan gedung telah dianggap mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap menipisnya sumber daya alam, energi, pemanasan global dan perubahan iklim. Berdasarkan data yang ada Bangunan gedung telah berkontribusi terhadap 40% emisi gas rumah kaca yang dianggap sebagai penyebab pemanasan global, bangunan telah menggunakan 12 % dari kapasitas air di dunia, bangunan Gedung menyumbangkan 40% produksi sampah secara global.
Selain itu, pembangunan bangunan gedung juga dipengaruhi oleh peningkatan yang signifikan populasi dunia yang tinggal di daerah perkotaan. Pada tahun 1900 tercatat hanya 10% populasi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Namun pada tahun 2008, populasi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan sudah meningkat menjadi 50% dan diproyeksikan bahwa populasi penduduk dunia di daerah perkotaan akan naik menjadi 70% pada tahun 2050. Hal tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2, dimana tercatat pada tahun 1960 konsentrasi CO2 hanya sekitar 315 ppmv dan pada tahun 2010 telah mencapai 385 ppmv.
Perubahan iklim, dalam hal ini adalah pemanasan global, juga sudah mulai terjadi dengan mencairnya gletser pada McCarthy Glacier (gambar 1), terjadinya kenaikan permukaan air laut, semakin menipisnya cadangan air bersih, dan semakin menipisnya cadangan bahan bakar.
Baca Juga:
Indonesia Komitmen Wujudkan Permukiman dan Perkotaan yang Berkelanjutan
Sehubungan dengan dampak besar terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh bangunan Gedung, maka kita harus mulai merubah konsep pembangunan bangunan gedung ke arah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Konsep tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk Bangunan Gedung Hijau (BGH). Konsep BGH ini dianggap lebih baik dalam hal penggunaan sumber daya dibandingkan dengan bangunan gedung “konvensional”, dimana konsep BGH lebih mengedepankan pada efisiensi energi, air dan material.