Suara.com – Berbagai inovasi terus dikembangkan. Saat ini, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) fokus pada pengelolaan sampah di Indonesia.
Pada prosesnya, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah menghasilkan air lindi sebagai hasil dekomposisi biologis sampah yang telah membusuk dan mengalami pelarutan akibat masuknya air ke area timbunan sampah.
Air lindi yang dihasilkan dari unit pengurukan sampah, kemudian dialirkan ke unit pengolahan air lindi. Kondisi ini menuntut harus mencari teknologi alternatif yang memiliki efektivitas sejenis, namun mengonsumsi kebutuhan lahan yang lebih sempit dalam pengaplikasiannya.
Hal ini sejalan dengan sulitnya mencari lahan yang digunakan untuk pembangunan TPA sampah di Indonesia. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut dengan pengaplikasian teknologi Membrane Bioreactor (MBR) melalui Program Emission Reduction in Cities (ERiC).
Baca Juga:
Wow! Anggaran dengan Nilai Fantastis Melayang Akibat Piala Dunia U20 Dibatalkan, Segini Nilainya!
Dirjen Cipta Karya, Diana Kusumastuti menjelaskan, Program ERiC merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jerman, yang bertujuan untuk berkontribusi dalam pelaksanaan Strategis Nasional Perubahan Iklim pada area perkotaan di Indonesia.
“Program ini mendukung Indonesia memiliki alternatif baru dalam pengolahan air lindi dengan menggunakan teknologi MBR. Teknologi MBR merupakan jenis pengolahan air lindi yang modern bagi Indonesia, yang diaplikasikan di Kota Jambi, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Jombang,” kata Diana, Rabu (29/03/2023) di ruang kerjanya.
Teknologi MBR merupakan unit pengolahan yang mengombinasikan pengolahan biologis (lumpur aktif) dan pengolahan fisik (membran mikrofilter atau ultrafilter). Salah satunya di TPA sampah Talang Gulo, Kota Jambi. Sebelum pengoperasian teknologi MBR di unit pengolahan lindi TPA Talang Gulo Kota Jambi, wajib dilaksanakan commissioning untuk menilai kinerja dari unit proses.
“Tujuan commissioning adalah untuk menilai keandalan kinerja unit MBR sebelum dioperasikan dan memberikan rekomendasi perbaikan apabila ditemukan ketidaksesuaian dengan perencanaan,” tutur Diana.
MBR sebagai teknologi pengolahan air lindi terfokus untuk perbaikan kualitas efluen yang dibuang ke lingkungan. Perbaikan efluen air lindi tidak hanya dengan mengganti teknologi pengolahan namun juga dengan pengaturan jenis sampah yang masuk ke TPA.
Baca Juga:
Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat, PUPR Siapkan Standar Pelayanan Publik Terpadu
Jenis sampah yang masuk ke TPA sangat berperan penting terhadap kualitas dan warna air lindi yang dihasilkan. Sampah makanan menjadi faktor utama yang menyebabkan beban pencemar menjadi naik dan warna air lindi menjadi hitam pekat.
Keadaan ini menyebabkan beban unit pengolahan air lindi menjadi semakin berat dan biaya operasional (OP) yang harus dikeluarkan oleh pengelola juga naik.
“Untuk itu mari kita mengurangi sampah makanan yang dibuang ke TPA, dengan tidak membuang-buang makanan dan mengolah sampah makanan di sumber melalui berbagai metode misalnya dengan cara pengomposan. Upayakan semaksimal mungkin untuk mencegah masuknya sampah makanan ke TPA sampah,” harap Diana.