Pemerintah Arab Saudi Disebut Minat Gudeg Jadi Konsumsi Jamaah Haji

Pemerintah Arab Saudi Disebut Minat Gudeg Jadi Konsumsi Jamaah Haji


Yogyakarta, CNN Indonesia

Pemerintah Arab Saudi disebut berminat menjadikan makanan khas asal Yogyakarta, gudeg, sebagai jamuan atau konsumsi bagi para jamaah haji selama menunaikan ibadah di Tanah Suci.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY Syam Arjayanti mengatakan perwakilan Pemerintah Arab Saudi mengutarakan ketertarikan atas gudeg dan salak segar saat melakukan misi dagang mereka ke Yogyakarta.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Gudeg mereka tertarik, mereka bisa dia menerima gudeg bisa menjadikan salah satu makanan yang nanti untuk (konsumsi) haji, umroh,” kata Syam saat dihubungi, Jumat (28/6).

Kata Syam, gudeg kemasan kaleng yang ada saat ini memang memungkinkan makanan tersebut bertahan lebih lama. Hanya saja, sertifikasi menjadi kewajiban bagi para pelaku usaha kuliner gudeg untuk bisa memenuhi persyaratan ekspor.

“Yang terkendala itu di sertifikasi dari Arabnya. Jadi kan kalau kami mau ekspor tergantung dari yang dimaui negara tujuan, nah dari Arab itu ada beberapa sertifikasi yang harus diurus,” bebernya.

[Gambas:Video CNN]

Sementara itu, untuk salak, Syam mengatakan permintaan itu tidak bisa dipenuhi lantaran belum ada teknologi pengawetan pangan sesuai, yaitu selama permintaan tiga bulan.

Syam mengungkapkan sekarang ada beberapa produsen gudeg yang secara mandiri menjajaki sertifikasi dengan Pemerintah Arab Saudi, salah satunya adalah ‘Gudeg Bu Citro’. Kemitraan bisa saja meluas dengan adanya asosiasi pengusaha gudeg.

“Nah ini baru proses, ada yang sudah klir, ada yang baru sertifikasi. Perlu waktu dan harapan kami bisa tembus, karena sertifikasi biayanya mahal juga,” sambungnya.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY tak menutup mata akan persoalan lain berupa keterbatasan bahan baku, mengingat skala usaha peminat kerja sama tersebut adalah industri kecil menengah (IKM).

Namun demikian, kata dia, produsen gudeg di DIY sudah mencoba memetakan pemasok nangka dari luar provinsi mengantisipasi besarnya permintaan nanti.

“Biaya dan juga ketentuan dari negara tujuan ekspor itu yang biasanya menjadi suatu kendala di IKM-IKM kita, belum terkait kuantitas dan kualitas,” tutur Syam.

“Seberapa kuat kami, kalau kami bicara haji saja sudah berapa (kebutuhan konsumsi) dari Indonesia, mau umroh. Ya ini baru berproses.”

“Semoga goal juga, dan itu juga toh belum jadi makanan resmi haji atau umroh, dari Arab sendiri juga siap memasakkan di retail-retail mereka, ke hotel-hotel itu siap juga,” harapan Syam.

(kum/chri)



Scroll to Top