Jakarta, CNN Indonesia —
Badan anti-korupsi Singapura, Biro Investigasi Praktik Korupsi (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB), menyebut buronan kasus korupsi E-KTP Paulus Tannos mengaku punya paspor diplomatik.
Selama pembacaan dakwaan di pengadilan pada Kamis (23/), pengacara Paulus mengatakan klien dia memiliki paspor diplomatik dari negara Afrika Barat Guinea-Bissau.
Namun, Penasihat Negara menyatakan Paulus tak punya kekebalan diplomatik karena tidak diakreditasi Kementerian Luar Negeri Singapura.
CPIB menyatakan mereka menangkap Paulus pada 17 Januari usai pemerintah Indonesia mengajukan permintaan penangkapan sementara.
Lebih lanjut, CPIB menegaskan masalah tersebut sedang menunggu pengajuan permintaan ekstradisi resmi dari pemerintah Indonesia.
“Singapura berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam kasus ini, sesuai dengan proses hukum dan aturan hukum,” demikian menurut CPIB ke Straits Times pada Jumat (24/1).
CPIB tak bisa berkomentar lebih jauh karena kasus tersebut sedang disidangkan di pengadilan Singapura.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia bergerak ke Singapura untuk mengurus ekstradisi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos yang berstatus buron.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (24/1).
Hingga berita ini ditulis, proses ekstradisi Paulus Tannos masih berlangsung.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat meng-ekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh.
Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama tiga orang lainnya pada Agustus 2019.
Tiga orang tersebut adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
PT Sandipala Arthaputra menjadi salah satu pihak yang diperkaya terkait proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Perusahaan itu disebut menerima Rp145,8 miliar.
Walaupun menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung, perusahaan milik Paulus mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Sebelum ini, KPK telah lebih dulu memproses hukum sejumlah orang. Mereka yakni mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.
Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
(isa/bac)