Suara.com – Pakar kimia dari Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia (UI), Agustino Zulys, mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu melakukan uji laboratorium terkait paparan Bisfenol A (BPA) pada makanan dalam kemasan kaleng, seperti yang dilakukan terhadap kemasan plastik Policarbonat (PC).
Menurutnya, sudah ada penelitian yang dipublikasikan oleh Environmental Research yang menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan kaleng berhubungan dengan tingginya konsentrasi BPA dalam urin.
“BPOM perlu meneliti, sejauh mana migrasi dari pelapis kaleng anti karat atau BPA yang terdapat dalam kemasan kaleng itu terjadi ke makanannya. Dalam hal ini, BPOM bisa melakukan kerjasama juga dengan perguruan tinggi,” ujar Agustino, Jakarta, Kamis (14/10/2021).
Dia menuturkan, bahan makanan kemasan kaleng yang bersifat asam bisa memungkinkan BPA yang ada dalam lapisan kaleng terlarut. “Makanya makanan kaleng tidak boleh untuk makanan-makanan yang sifatnya asam,” ujarnya.
Selain itu, proses pengemasan makanan kaleng juga harus dilakukan dengan baik, agar tidak merusak produk makanan di dalamnya. Menurutnya, kemasan kaleng yang rusak bisa menyebabkan masuknya bakteri yang bisa menyebabkan terjadinya fermentasi terhadap produk makanan di dalamnya.
Karenanya, kata Agustino, proses sterilisasi perlu dilakukan terhadap kemasan kaleng ini dengan menggunakan pemanasan atau penyinaran UV. “Proses ini dilakukan untuk mematikan bakteri yang bisa menyebabkan rusaknya makanan,” ucapnya.
Sementara itu, pakar teknologi pangan dari IPB, Aziz Boing Sitanggang, mengatakan BPA dalam kemasan kaleng itu dibutuhkan, khususnya untuk resin epoksi untuk melaminasi kaleng guna menghindari korosi.
Menurutnya, kecenderungan BPA untuk bermigrasi dari kalengnya ke bahan makanannya bisa berpotensi lebih besar dan bisa lebih kecil.
Baca Juga:
Kandungan BPA dalam Makanan Kaleng, Seberapa Berbahayakah bagi Kesehatan?
“Tapi seberapa besar pelepasan BPA-nya kita tidak tahu, karena di Indonesia belum ada studi untuk meng-compare langsung dan itu perlu dikaji lagi lebih jauh,” tuturnya.
Dia juga mengutarakan, makanan kaleng disterilisasi komersil dengan suhu di atas 100 derajat Celcius dan dalam waktu lama atau bisa sampai satu jam.
Proses migrasi BPA dari kemasan kaleng bisa disebabkan beberapa faktor, diantaranya proses laminasi BPA-nya, PH atau tingkat keasaman produk dalam kemasan kaleng itu, dan pindah panas dari produk pangannya.
Dia mencontohkan sarden, jamur, nenas yang dikalengkan. Makanan-makanan tersebut berbeda proses pindah panasnya saat disterilisasi, sehingga perlakuan kombinasi suhu dan waktu pemanasannya juga berbeda.
“Ketika itu beda-beda, berarti peluang migrasi BPA-nya juga beda. Tapi semakin asam bahan makanannya atau PH semakin rendah, kemungkinan besar bisa merusak laminasi epoksinya,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, penelitian kemasan kaleng di Universitas Stanford dan Johns Hopkins University yang dipublikasikan Environmental Research menunjukkan adanya paparan BPA ke dalam produk makanannya. Semakin banyak seseorang mengonsumsi makanan kaleng, maka akan semakin berpeluang untuk terkontamiasi BPA.
“Saya dapat makan tiga kaleng peach, orang lain bisa makan satu kaleng sup krim jamur, dan saya memiliki paparan lebih besar terkena BPA,” kata pemimpin penelitian, Jennifer Hartle dari Stanford Prevention Research Center, seperti dilansir Laboratory Equipment.
BPA merupakan senyawa kimia yang diberikan sebagai pelapis dalam kaleng makanan. Senyawa ini sempat menjadi senyawa andalan dalam pembuatan kemasan, namun sifat kimia yang mirip hormon membuat bahan ini dilarang pada beberapa produk seperti botol bayi.
Penelitian berfokus pada analisis kadar BPA dalam produk makanan kaleng dan mengukur paparan senyawa itu pada sekelompok manusia. Hartle dan tim menemukan bahwa makanan kaleng dengan BPA tinggi berpengaruh pada kandungan senyawa tersebut dalam urin manusia.
Baca Juga:
Deputi BPOM: Paparan BPA AMDK Galon Masih Aman untuk Bayi dan Ibu Hamil
Kandungan BPA berbeda pada masing-masing jenis makanan. Namun beberapa jenis makanan kaleng rupanya memiliki implikasi besar pada kandungan BPA dalam urin, seperti jenis sup, pasta, sayuran, dan buah.