Suara.com – Pemerintah Jepang tetap memperpanjang masa darurat COVID-19 di sejumlah prefektur, meski pentas olahraga terbesar dunia Olimpiade 2020 sudah selesai.
Perpanjangan masa darurat dilakukan di Tokyo dan wilayah lainnya, demi menekan angka infeksi baru dan mencegah rumah sakit menampung terlalu banyak pasien.
Jepang telah berjuang dengan gelombang kelima virus dan bulan lalu memperpanjang pembatasan jangka panjangnya hingga 12 September yang mencakup sekitar 80% populasinya.
Namun, jumlah kasus yang parah dan tekanan pada sistem medis belum cukup mereda di Tokyo dan sekitarnya untuk memungkinkan pembatasan dicabut.
Baca Juga:
Vaksinasi Covid-19 di Papua: Antara Hoaks, Trauma Tentara, dan Stok Habis
Pemerintah akan memperpanjang tindakan tersebut hingga 30 September, termasuk untuk Osaka, Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura mengatakan setelah bertemu dengan panel penasihat, yang meratifikasi rencana tersebut.
Pembatasan darurat Jepang berpusat pada meminta restoran tutup lebih awal dan menahan diri dari menyajikan alkohol.
Beberapa tanda perbaikan di seluruh negeri berarti bahwa dua prefektur dari 21 akan beralih dari keadaan darurat ke pembatasan yang lebih khusus, sementara sejumlah prefektur lainnya akan menghapus semua pembatasan.
“Saya yakin kita mulai melihat hasilnya, tetapi masih terlalu dini untuk meredakan kewaspadaan kita,” kata Menteri Kesehatan Norihisa Tamura pada pertemuan itu.
Rencana tersebut akan diresmikan pada pertemuan gugus tugas pemerintah pada Kamis dan diumumkan oleh Perdana Menteri Yoshihide Suga pada konferensi pers.
Baca Juga:
Update 9 September: Tambah 5.990, Positif Covid-19 di Indonesia Jadi 4.153.355 Orang
Harian Nikkei, sementara itu, melaporkan bahwa pemerintah sedang bergerak menuju pelonggaran pembatasan masuk internasional dengan mengurangi waktu karantina bagi orang-orang yang kembali dari luar negeri menjadi 10 hari dari 14 hari saat ini jika mereka memiliki vaksin yang disetujui oleh pemerintah Jepang.