Jakarta, CNN Indonesia —
Selama Januari 2022, Korea Utara melakukan uji coba nuklir sebanyak tujuh kali. Menurut pengamat, Kim Jong-un berusaha keras memenuhi tujuan domestik dan pamer ke dunia soal keterlibatan mereka dalam perebutan kekuasaan dan mencari pengaruh.
“Dengan mengancam akan mengacaukan Asia sementara sumber daya global menipis di tempat lain, Pyongyang menuntut dunia membayar itu agar bertindak sebagai ‘tenaga nuklir yang bertanggung jawab,'” ujar profesor Asosiasi Studi Internasional di Universitas Ewha Woman di Seoul, dikutip CNN, Senin (31/1).
Dalam uji coba tersebut meliputi rudal balistik jarak menengah (IRBM), rudal jarak jauh, dan rudal jelajah. Ketujuh uji coba nuklir itu salah satunya berpotensi menjadi senjata paling kuat di Bumi.
Uji coba itu sesuai dengan rencana Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang ingin menjadikan negaranya sebagai kekuatan, tak hanya bagi Korsel, tapi bagi musuhnya seperti Amerika Serikat.
IRBM bisa menjangkau wilayah pulau Amerika Serikat, Guam, di Samudra Pasifik.
Khawatir Pemerintah Baru Korsel
Di sisi lain, muncul kekhawatiran Kim soal kemungkinan perubahan pemerintahan di Seoul yang akan berlangsung Maret mendatang.
Partai Konservatif yang mengusung Yoon Suk Yeol, sebagai calon kandidat presiden, punya kesempatan menggulingkan partai demokrat yang saat ini berkuasa, dan digawangi Lee Jae-myung. Lee disebut akan menggantikan rekan satu partai Presiden Moon Jae-in jika terpilih.
Pengamat mengatakan, pemerintahan Yoon diperkirakan akan menerapkan kebijakan lebih keras terhadap Korea Utara, dibanding Lee.
Yoon bahkan sudah mencanangkan Korsel bisa saja menyerang lebih dulu jika merasa terancam atas tindakan Korea Utara, sebelum mereka mengalami kerugian besar.
“Saya kira itu sikap yang perlu kita miliki,” kata Yoon pekan lalu.
Menurut profesor di Universitas Kookmin di Seoul, Andrei Lankov, jika Yoon memimpin, ia akan menolak pertemuan dengan rezim Kim. Hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Moon, yang bisa diajak duduk bersama.
“Partai Konservatif adalah pendukung yang tidak terlalu keras dalam hubungan (Korsel dengan) Korea Utara karena mengabaikan fakta keberadaan negara Korea lain,” tulis Lankov di website Valdai Club.
Kim mendapat perhatian dari Moon, karena Pyongyang melakukan uji coba nuklir IRBM pada Minggu (31/1) lalu.
Dalam pernyataan resmi Korea Selatan menyatakan, uji coba IRBM dianggap sebagai sinyal bahwa Korut tengah bersiap membatalkan penundaan (moratorium) uji rudal balistik antarbenua (ICBM) dan jenis lain.
Moratorium sempat membuat Korea Utara tak jadi sorotan internasional. Namun, uji coba rudal jarak jauh bisa membalikkan tren itu.
Salah satu negara yang tak begitu menyoroti Korut adalah Amerika Serikat. Mereka tak menjadikan isu Pyongyang sebagai prioritas. Isu ini masih kalah dari isu China, Taiwan atau konflik yang tengah memanas di perbatasan Ukraina.
Reaksi Amerika Serikat soal uji coba peluncuran rudal itu bahkan sangat berbeda, dibanding saat Washington dipimpin Donald Trump pada 2017.
Menanggapi uji coba rudal Korut yang terbaru, pejabat Amerika Serikat mengatakan Washington akan menggelar pembicaraan dengan Pyongyang. Pertemuan itu dilaporkan akan dimulai dari pejabat tingkat rendah.
Menurut pengamatan dari Universitas Womans Ewha itu, pertemuan tersebut akan membuat Kim frustrasi, karena bertemu dengan Presiden Amerika yang sedang menjabat tidak hanya sekali, tetapi tiga kali.
“Untuk lebih baik dan lebih buruk, Biden tidak menunjukkan api dan kemarahan,” kata Easley.
Trump dan Kim pernah menggelar negosiasi anti-nuklir. Namun pembicaraan itu mandeg alias gagal pada 2018.
Korut kemudian terus melanjutkan uji coba rudal balistik antar benua (ICBM), yang secara teori disebut bisa mencapai Amerika Serikat.
Lanjut baca di halaman berikutnya…