Minyak Sawit Dianggap Tidak Layak Digunakan Sebagai Biodiesel

Minyak Sawit Dianggap Tidak Layak Digunakan Sebagai Biodiesel

Minyak Sawit Dianggap Tidak Layak Digunakan Sebagai Biodiesel

Suara.com – Pengamat energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, penggunaan minyak goreng atau kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel sudah tidak lagi layak secara ekonomi karena harganya yang mahal.

“Harga biodesel menjadi sangat mahal, bahkan bisa lebih mahal dari harga energi fosil,” kata Fahmy kepada Antara.

Saat ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga indeks pasar untuk produk biodiesel sebesar Rp14.436 per liter pada Maret 2022. Sedangkan, harga rata-rata minyak kelapa sawit selama periode 25 Januari 2022 sampai 24 Februari 2022 mencapai angka Rp15.373 per kilogram.

Menurut Fahmy, tingginya harga biodiesel di pasaran dapat membuat konsumen beralih menggunakan bahan bakar minyak yang terbuat dari fosil.

Baca Juga:
Ngaku-ngaku Jadi Polisi Pakai Seragam Berpangkat Komjen, Yusuf Ditangkap Polsek Duren Sawit

“Dalam kondisi tersebut tidak bisa dihindari konsumen akan kembali beralih ke energi fosil,” ujarnya.

Selain itu, sawit bukan satu-satunya bahan baku biodiesel, sehingga pemerintah perlu mengembangkan bahan baku alternatif agar tidak mengganggu pasokan minyak kelapa sawit untuk produk pangan, seperti minyak goreng yang kini mengalami kelangkaan dan kenaikan harga di pasar dalam negeri.

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang terdiri dari campuran senyawa metil ester dari rantai panjang asam lemak yang diperuntukkan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel. Produk biodiesel di Indonesia memiliki komposisi 30 persen minyak sawit dan 70 persen minyak solar.

Selain kelapa sawit, tanaman yang juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah jarak pagar. Kandungan minyak dari biji jarak pagar punya rendemen minyak nabati sebanyak 35 sampai 45 persen.

Namun, sejumlah tantangan masih ditemui terkait pemanfaatan jarak pagar untuk biodiesel mulai dari harga keekonomian hingga kepastian ketersediaan pasokan.

Baca Juga:
PBNU Sebut Mayoritas Petani Kelapa Sawit dari Aceh hingga Lampung, Warga NU

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pemerintah belum memaksimalkan potensi jarak pagar dan lebih memilih kelapa sawit karena budidaya kelapa sawit sudah mapan di dalam negeri.

Scroll to Top