Suara.com – Desa Tondok Bakaru di Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno berkesempatan mengunjungi desa tersebut.
Desa wisata tersebut telah melalui uji standar penilaian tim juri yang terdiri dari tujuh kategori. Yakni 1. Daya tarik pengunjung (alam dan buatan, seni dan budaya), 2. Suvenir (kuliner, fesyen, dan kriya), 3. Homestay, 4. Toilet umum, 5. Digital dan kreatif, 6. Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE), dan 7. Kelembagaan Desa. Mereka nantinya akan mendapatkan pembinaan dan pendampingan dari mitra strategis Kemenparekraf.
Mas Menteri dan rombongan tiba di titik drop off disambut dengan prosesi pengalungan Sambu Bembe (sarung tenun Mamasa, Red). Kemudian, seromonial Singgi (sambutan berbahasa Mamasa, Red) oleh To ma’ singgi’ atau tetua adat Mamasa.
Kopi Mamasa menjadi suguhan pembuka sebagai bagian dari tradisi penyambutan. Kemudian, Mas Menteri mendengarkan presentasi yang dipaparkan oleh kepala desa dan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Dalam sambutannya, Mas Menteri menjelaskan tujuan desa wisata adalah untuk mempromosikan desa baik ke wisatawan nasional maupun internasional.
”Karena itu, kita membawa tim kreatif yang tidak hanya skala nasional tapi Asia,” imbuh Mas Menteri.
Majunya Desa Wisata Tondok Bakaru diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja, khususnya pertanian Anggrek yang menjadi daya tarik. Mas Menteri juga memastikan, akan menampilkan produk ekonomi kreatif Tondok Bakaru di Asean Tourism Forum yang akan digelar di Yogyakarta.
”Tondok Bakaru memiliki potensi wisata luar biasa. Kemudian pertanian untuk kopi dan holtikultura. Namun, perkembangannya sangat lambat karena keterbatasan anggaran dan SDM,” kata Bupati Mamasa Ramlan Badawi.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi X Arwan M. Aras S berharap, kedatangan Mas Menteri mampu membangkitkan pariwisata di Sulbar, khususnya di Mamasa. Dia juga mengimbau, agar masyarakat sekitar, Pemda dan Pemprov berkolaborasi.
Baca Juga:
Purwakarta Kota Terakhir Gelaran Workshop KaTa Kreatif
”Harus berkolaborasi, karena tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” jelasnya.
Lalu, Mas Menteri dan rombongan berjalan kaki menuju pusat suvenir. Selama perjalanan, Mas Menteri melihat tarian Bulu Londong dan persembahan musik bambu. Kunjungan dilanjutkan berjalan kaki meninjau galeri souvenir dan membeli produk-produk UMKM dari Desa Tondok Bakaru.
Mas Menteri juga berfoto dengan pakaian tradisional Bulu Londong dan menuju eduwisata tanaman Anggrek. Di tempat itu, rombongan dihibur oleh Mamasa Oikumene Singers (Mois) dan Tarian Malluya. Taman Anggrek merupakan ikon desa wisata Tondok Bakaru.
Bicara soal potensi wisata, Desa Tondok Bakaru sangat komplet. Desa ini terletak tepat di bawah kaki Gunung Mambulilling yang merupakan salah satu gunung tertinggi di Sulawesi Barat. Selain itu, Desa Tondok Bakaru juga merupakan desa terakhir sebelum memasuki Taman Nasional Gandang Dewata. Desa ini memiliki enam Dusun dengan jumlah penduduk 2386 jiwa, mayoritas penduduknya merupakan petani.
Desa Tondok Bakaru berjarak sekitar satu kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Mamasa. Rute menuju desa itu dapat dilalui dengan menggunakan sepeda motor, mobil, maupun bus pariwisata dengan waktu tempuh sekitar 5 menit dari kota Kabupaten Mamasa.
Wisata Tanaman Angrek memang ikon yang telah melekat di desa tersebut. itu berawal sejak 2017. Sejumlah pemuda desa memulai budidaya tanaman Anggrek Andemik Mamasa hal itu dilakukan guna mendorong perekonomian masyarakat. Pembudiyaan tanaman anggrek itu terus berkembang dari tahun ke tahun hingga semakin banyak warga dan pemuda di desa ini yang melakoni pekerjaan sebagai pembudidaya Anggrek. Kemudian, mereka membentuk Komunitas Tondok Bakaru Orchid (KTO) pada tahun 2018.
Ada pula objek wisata hutan pinus Bukit Lenong. Obyek wisata ini juga dikelola secara mandiri masyarakat desa dengan menawarkan keindahan kawasan hutan pinus dengan luas 2 hektar hingga menjadi kawasan wisata outdoor. Di lokasi ini, terdapat 3 tingkatan deretan pohon pinus yang tertata rapi dan menjulang tinggi hingga melahirkan jalan-jalan rindang serta pemandangan alam yang hijau yang memberikan suasana segar dan sejuk bagi para pengunjung. Bagi wisatawan tidak perlu bingung untuk menginap. Di sini tersedia 11 homestay dengan tarif Rp 250 – 400 ribu per kamar.