Jakarta, CNN Indonesia —
Ibu negara Haiti, Martine Moise, membeberkan detik-detik nyaris dijemput ajal saat sang suami, Presiden Jovenel Moise, dibunuh pada awal Juli lalu.
Martine menjadi satu-satunya saksi mata sekaligus korban selamat saat pembunuhan Moise.
Perempuan 47 tahun itu ditemukan terbaring dengan luka tembak di samping jasad sang suami di kamar rumah dinas kepresidenan. Moise dibunuh kelompok tak dikenal pada 6 Juli lalu.
“Seseorang memberikan perintah untuk membunuhnya, seseorang membayar uang untuk itu. Mereka adalah tersangka yang kami cari. Saya ingin Dewan Keamanan PBB membantu mencari para pelaku,” kata Martine dalam wawancara bersama CNN di Florida, Amerika Serikat.
Martine menuturkan masih mengingat suasana mencekam di malam pembunuhan sang suami. Ia merasa ada yang janggal dengan situasi di sekitar rumahnya beberapa saat sebelum peristiwa itu terjadi.
Martine mengatakan dia dan mendiang suami mendengar suara tembakan senjata otomatis di rumah mereka sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Tak berapa lama, Martine dan suaminya menyadari ada sekelompok orang yang menerobos masuk kediaman mereka.
Ia dan Moise pun bergegas bersembunyi di lantai belakang tempat tidur mereka.
“Saat itu, saya tidak berpikir bahwa para pelaku bisa menerobos masuk kamar kami karena kami memiliki 30-50 aparat yang menjaga rumah kami,” kata Martine.
Kejadian berlangsung sangat cepat sampai akhirnya para pelaku menemukan Martine dan Moise bersembunyi di kamar. Martine mengatakan ia hanya bisa melihat sepatu-sepatu para penyusup yang diperkirakan berjumlah 12 orang.
“Mereka masuk ke kamar kami untuk mencari sesuatu, karena saya mendengar mereka berbicara ‘No es Eso no es eso-eso es’ dalam bahasa Spanyol yang berarti ‘bukan itu, buktan itu, ini dia,’ yang berarti mereka telah menemukan apa yang mereka cari,” kata Martine.
Setelah itu, Martine mengatakan para pelaku mengalihkan perhatian mereka kepada Moise. Mereka sempat menelepon seseorang.
Martine menuturkan para pelaku tidak melakukan komunikasi apa pun dengan sang suami sebelum eksekusi terjadi.
“Dia (Moise) masih hidup saat itu. Mereka membahas bahwa dia tinggi, kurus, dan berkulit hitam, dan mungkin orang di telepon itu mengonfirmasi sasaran kepada para penembak tersebut,” ucap Martine.
Martine memaparkan para pelaku memberondong tubuh sang suami dengan 12 tembakan. Laporan penyelidik Haiti menuturkan belasan peluru itu menembus wajah, dada, kaki, hingga lengan sang presiden.
“Begitu mereka menembak presiden, saat itulah saya berpikir ini ‘sudah berakhir bagi kami berdua’. Dan saya memejamkan mata, Anda tahu, saya tidak dapat memikirkan hal lain. Saya hanya merasa ini sudah berakhir. Ini hari terakhir kami,” terang Martine.
Martine juga menjadi sasaran tembak hingga mengalami patah lengan serta luka di beberapa sisi tubuhnya. Namun, para pelaku tidak melepaskan tembakan lagi setelah Martine dan Moise terbaring.
Martine meyakini para pelaku segera meninggalkan rumah mereka karena mengira dia dan sang suami sudah mati.
Banyak Kejanggalan