Suara.com – PT Bank J-Trust Indonesia Tbk sedang harap-harap cemas soal aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan ketentuan modal inti Rp3 triliun, padahal batas waktu maksimal yang ditentukan sampai akhir tahun ini.
Bank dengan kode saham BCIC ini dilaporkan baru memiliki modal inti Rp2,76 triliun per September 2022.
Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank J-Trust Helmi A Hidayat mengatakan BCIC sendiri telah melakukan banyak cara agar perseroan mendapatkan modal inti yang telah ditentukan. Setidaknya ada 3 opsi yang telah diambil.
Pertama, mencari investor potensial yang bersiap menyuntikkan dana segar ke bank. Kedua, opsi melakukan merger dan akusisi dengan bank lain. Ketiga pemegang saham pengendali akan melakukan penyuntikan modal baru.
Baca Juga:
J Trust Bank Segera Penuhi Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun
“Opsi pertama dan kedua kami memang belum menemui titik temu,” kata Helmi saat paparan publik di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Opsi pertama dan kedua ini, kata dia, akan terus dilakukan perseroan hingga pertengahan bulan Desember 2022, jika tidak berhasil juga barulah JTrust akan melakukan opsi terakhir yaitu penyuntikan modal dari pemegang saham kendali.
“Kami memberikan target hingga pertengahan Desember 2022, kalau belum dapat juga, maka pemegang saham utama akan menambah modal inti sekitar Rp300 miliar,” katanya.
Dirinya menjelaskan, dana itu akan dikucurkan melalui skema dana setor modal, lalu BCIC akan menggelar rights issue pada 2023. Helmi menekankan rencana tersebut juga sudah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Opsi satu dan dua itu sudah kami lakukan, sudah jajaki beberapa Bank BUKU 2 yang modalnya dibawah Rp2 triliun. Tapi kan tetap kembali pada andil penjual dan pembeli, dan mereka rata-rata tidak hanya tawarkan ke kita tapi bank lain,” paparnya.
Baca Juga:
OJK Sebut Masyarakat Mulai Banyak yang Paham Soal Produk Keuangan
Per September 2022, Perseroan meraih laba bersih sebesar Rp85,06 miliar dibandingkan rugi bersih Rp337,94 miliar pada September 2021. Pertumbuhan kredit meningkat cukup tinggi sebesar 75,79 persen year-to-date (YTD) menjadi Rp17,61 triliun dimana Rp5,98 triliun atau sebesar 34 persen terdistribusi pada pembiayaan hijau atau bisnis keberlanjutan.