Suara.com – Puasa Ramadan wajib dikerjakan oleh setiap muslim. Namun, bagaimana hukum puasa Ramadan bagi ibu menyusui dan ibu hamil? Apakah keduanya masih diwajibkan untuk berpuasa?
Dalam kajiannya, ustadz Adi Hidayat menjelaskan bajwa hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui adalah tidak wajib, tetapi harus mengganti dengan mengqadha puasa di luar bulan Ramadan, yakni dengan membayar fidyah sebesar satu kali nilai makanan pokok dikalikan dengan jumlah hari tidak berpuasa.
Ustadz Adi Hidayat menerangkan bahwa hukum puasa bagi ibu hamil masuk ke dalam hukum maknawi, yaitu meski terlihat sehat ada kondisi yang membuat ibu hamil dan menyusui seperti orang sakit. “Kaidah hukum puasa dibagi menjadi dua, yaitu hakiki dan maknawi,” buka Ustadz Adi Hidayat.
“Hakiki bentuknya nampak, misalnya sedang sakit kanker, diabetes, dan harus diinfus. Sedangkan maknawi bentuknya tidak nampak, tetapi ada sebuah kondisi yang membuatnya seperti orang sakit, contohnya ibu yang sedang hamil dan menyusui,” kata Ustadz Adi Hidayat lagi.
Hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui tidak diwajibkan karena kebutuhan akan kalori yang harus dipenuhi sang ibu untuk dirinya sendiri dan bayi dalam rahimnya. “Ibu hamil membutuhkan kalori setidaknya 2200 – 2300 kalori, menyusui 2200 – 2600 kalori. Ada yang puasa, tapi tidak sedikit yang kemudian merasa lemah dengan itu.”
Daripada puasanya tetap dilaksanakan tetapi banyak kekhawatiran akan si ibu sendiri dan si bayi dalam kandungan, Ustadz Adi Hidayat mengatakan ibu hamil dan menyusui boleh berbuka (tidak berpuasa) saat bulan Ramadan.
Ustadz Adi Hidayat menyebutkan bahwa seluruh ulama sepakat bahwa hukum puasa bagi ibu hamil yang khawatir akan kesehatan dirinya sendiri dan si janin mutlak diperbolehkan berbuka dan harus mengganti dengan membayar fidyah.
Namun berbeda dengan ibu menyusui yang biasanya hanya khawatir pada pertumbuhan si janin, Ustadz Adi Hidayat menyebutkan ada dua hukumnya menurut para ulama. Hukum puasa bagi ibu menyusui diperbolehkan berbuka tetapi bukan hanya harus menggantinya dengan fidyah.
Kendati demikian, Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa ada beberap ulama yang menyebutkan bahwa ibu menyusui harus menanggung dua pengganti yakni qadha dan fidyah. “Kenapa qadha dan fidyah? keterangan ulama Syifi’a sebetulnya dia mampu buasa, cuman nggak puasa pada saat itu makanya dia qadha,” kata Ustadz Adi Hidayat.
“Kenapa fidyah? karena (dia tidak perbuasa) karena bayi yang disusuinya, bukan karena dirinya,” jelas Ustadz Adi Hidayat. Sementara itu, Ustadz Adi Hidayat juga mengatakan bahwa sebagian ulama lain mengatakan bahwa ibu menyusui bisa menggantikannya dengan salah satu qadha atau fidyah.
Namun, Ustadz Adi Hidayat menyarankan ibu hamil dan menyusui untuk lebih mengutamakan mengganti puasanya dengan mengqadha atau berpuasa di luar bulan Ramadan, jika dirasa tidak sanggup, baru boleh diganti dengan membayar fidyah.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni