Oleh: Dahlan Iskan
Kamis, 03 Oktober 2024 – 06:38 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com
jpnn.com – Seorang guru besar menegur saya di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta. Sama-sama akan ke Aceh. Kemarin.
“Sampai hari ini Disway belum membahas Fufufafa,” ujarnya.
Saya tertegun. Fufufafa.
Begitu banyak guru besar yang ke Aceh. Ada pertemuan Majelis Wali Amanat (MWA) di Aceh. Khusus untuk MWA dari universitas yang sudah berstatus PTNBH –Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Rutin. Tiap tahun. Tempatnya berpindah-pindah. Kebetulan ini mendekati 20 tahun tragedi tsunami Aceh.
Guru besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu benar. Saya ternyata belum pernah menulis soal Fufufafa, padahal hebohnya luar biasa.
Saya malu, apalagi pertanyaan itu diucapkan di depan begitu banyak guru besar dari berbagai perguruan tinggi ternama di Jawa.
Untung segera boarding.
Di dalam pesawat saya duduk di pojok kelas ekonomi. Posisi saya kejepit dua ibu yang juga akan ke Aceh –atau, rasanya orang asli Aceh.
Dari sisi isi, Fufufafa sebenarnya tidak begitu berat –untuk ukuran politik Amerika. Isi Fufufafa menjelekkan Prabowo Subianto dan merendahkan anaknya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News