Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia memastikan Pemilihan Umum (Pemilu) akan tetap diselenggarakan pada 2024 dan tak terkait wacana amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Tidak akan ada hubungannya antara amendemen [UUD 1945] dengan pelaksanaan Pemilu di 2024,” kata dia, kepada wartawan, Kamis (2/9).
Dia menegaskan bahwa komisinya akan melakukan persiapan penyelenggaraan Pemilu 2024 selama tidak ada perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kami di Komisi II, selama tidak ada perubahan undang-undang, yang kami sekarang persiapkan adalah persiapan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu tahun 2024 yang berdasarkan UU existing 10/2016 dan 7/2017,” lanjutnya.
Menurut Doli, pemilu pun akan tetap berjalan meski pandemi Covid-19 masih melanda nantinya.
“Dengan kesungguhan penyelenggara, pemerintah bersama DPR terus mengawasi masyarakat. Pada akhirnya juga bisa beradaptasi, mereka datang ramai-ramai [ke TPS] pakai masker, jaga jarak, cuci tangan dan hand sanitizer, ucapnya.
“Coblosnya juga pakai sarung tangan dan macam-macam keluar dan alhamdulilah berhasil,” lanjut Doli, yang juga menjabat Waketum Partai Golkar itu.
Banggakan SBY
Terpisah, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyebut Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak tergoda penambahan masa jabatan menjadi tiga periode meski wacana itu sempat berkembang.
Menurutnya, kekuasaan cenderung menggoda. Dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan agar terhindar dari jebakan untuk melanggengkan kekuasaan.
Infografis Menjaga UUD 1945 Landasan Bernegara Indonesia. (Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen)
|
“Wacana seperti ini pernah mengemuka pada periode kedua masa jabatan Presiden SBY, namun beliau segera meredam dan mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan ini,” kata dia, Kamis (2/9).
Terkait isu tersebut saat ini, ia mengklaim mendapat informasi soal lobi-lobi dan kesepahaman untuk menambah masa jabatan presiden dan anggota DPR sampai 2027.
“Artinya ada penambahan masa jabatan selama tiga tahun, dari lima tahun menjadi delapan tahun pada periode kedua. Jelas ini pengangkangan amanah reformasi dan inkonstitusional,” tuturnya.
Senada, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas secara pribadi meminta eksekutif dan legislatif untuk tak bicara mengenai rencana amendemen UUD 1945 pada periode ini.
“Maka pemerintah dan DPR, DPD untuk periode ini jangan dulu lah bicara tentang amendemen UUD 1945, apalagi bicara tentang presiden boleh dipilih untuk 3 periode,” kata dia, Kamis (2/9).
Anwar mengimbau agar Pemerintah dan MPR fokus menangani penyebaran Virus Corona (Covid-19) dan mengatasi masalah ekonomi.
“Supaya masyarakat bisa hidup dengan tenang dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah tetap terjaga dan terpelihara,” kata dia.
Sebelumnya, wacana amendemen UUD 1945 menguat terutama pada Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus. Sejumlah ketentuan yang digadang-gadang diubah adalah soal Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dan penambahan masa jabatan presiden.
(mts/rzr/arh)