Dituntut Mati di Kasus Asabri, Heru Hidayat: Ini Sangat Zalim

Dituntut Mati di Kasus Asabri, Heru Hidayat: Ini Sangat Zalim

Dituntut Mati di Kasus Asabri, Heru Hidayat: Ini Sangat Zalim

Suara.com – Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat menilai hukuman mati yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap dirinya zalim.

“Jelas tuntutan mati yang dibacakan jaksa minggu lalu adalah suatu bentuk ‘abuse of power’ yang sangat zalim. Kewenangan menuntut yang dimiliki oleh jaksa malah digunakan dengan menyimpang dari koridor hukum,” kata penasihat hukum Heru, Kresna Hutauruk saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) untuk kliennya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/12/2021).

Dalam sidang Senin (6/12), JPU Kejagung menuntut Heru Hidayat dengan hukuman mati, karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT Asabri (Persero) serta tindak pidana pencucian uang. Dalam tuntutan tersebut disebutkan Heru Hidayat mendapat keuntungan sebesar Rp 12,643 triliun.

“Saya sungguh tidak mengerti, apa yang menjadi alasan dari jaksa sampai tega melakukan kezaliman seperti itu. Apakah karena adanya ambisi pribadi. Apakah hanya sekadar mencari ketenaran. Apakah ada dendam kepada saya atau pihak tertentu. Apakah ingin memamerkan kekuasaannya. Atau apakah ingin memberikan tekanan kepada pihak-pihak tertentu,” ujar Kresna.

Baca Juga:
Pakar Hukum Buka Suara Terkait Tuntutan Hukuman Mati Kasus Asabri Terhadap Heru Hidayat

Menurut Kresna, apa pun alasan tersembunyi yang dimiliki oleh JPU, jaksa telah dibutakan hati nuraninya sehingga menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya, bahkan sampai rela mengorbankan nyawa manusia.

“Teringat kembali saya ketika dalam proses penyidikan jaksa berulang kali berkoar-koar di media bahwa saya melakukan tindak pidana pencucian uang dengan berinvestasi pada bitcoin. Pertama kali saya mendengar mengenai hal tersebut, saya sungguh terkejut karena saya memang tidak pernah berinvestasi bitcoin,” ujar Kresna yang membacakan pembelaan atas kliennya itu.

Faktanya, menurut Kresna, tidak pernah ada pembahasan mengenai bitcoin sejak pembacaan surat dakwaan jaksa sampai dengan persidangan hari ini. Namun nama Heru dinilai sudah rusak di mata publik karena berulangkali diframing melakukan tindak pidana pencucian uang dalam investasi bitcoin.

“Penggiringan opini publik dalam proses penyidikan juga dilakukan oleh jaksa terkait dengan kerugian negara. Sejak awal Februari jaksa sudah mengklaim adanya kerugian negara dalam perkara Asabri sebesar Rp 23,7 triliun. Padahal sebagaimana terungkap dalam persidangan, Tim Pemeriksa BPK baru mendapatkan surat tugas untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada 26 Februari 2021, di mana BPK kemudian baru menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada 17 Mei 2021,” ujar Kresna.

Dalam proses restrukturisasi yang Heru serta Piter Rasiman lakukan, Heru menyebut Piter Rasiman terlebih dulu mengeluarkan uang untuk membeli saham-saham milik Asabri ataupun Reksadana Asabri yang sedang mengalami penurunan, sehingga Asabri memiliki dana untuk membeli saham pengganti dan untuk melakukan “subscribe” di reksadana restrukturisasi.

Baca Juga:
Pakar Hukum Bisnis Buka Suara Terkait Wacana Hukuman Mati di Kasus Asabri

“Dengan kata lain uang Asabri yang digunakan untuk investasi saham dan reksadana dalam rangka restrukturisasi secara tidak langsung adalah uang dari Piter Rasiman,” kata Kresna pula.

Scroll to Top