Suara.com – Dalam rangka Hari Pahlawan Nasional Kementerian Kesehatan menetapkan 2 dokter sebagai pahlawan nasional, yaitu Dr.dr.H.R.Soeharto dan dr. Raden Rubini Natawisastra.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan apa yang diperjuangkan hari ini oleh dokter dan tenaga kesehatan adalah hasil dari perjuangan dokter di masa lalu.
“Hari ini kita mengenang sekaligus mengambil pelajaran dari perjuangan para dokter terdahulu dalam menyehatkan masyarakat Indonesia. Melayani masyarakat dengan hati untuk mencegah terjadinya penyakit serta mengobati pasien dengan maksimal merupakan cara menghargai jasa para pahlawan dokter terdahulu,” ujar Menkes Budi di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Dr. Soeharto karena almarhum dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam keterangannya menjelaskan, tokoh kelahiran Tegalgondo, Surakarta, 24 Desember 1908 ini dikenal sebagai dokter pribadi Bung Karno. dr. Soeharto juga merupakan partner perjuangan yang selalu mendampingi Bung Karno dalam sejumlah peistiwa bersejarah, di antaranya memulihkan kesehatan Bung Karno menjelang proklamasi sehingga Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dapat dibacakan.
dr. Soeharto juga memfasilitasi Soekarno dan para tokoh perjuangan dalam membahas strategi perjuangan di rumah pribadinya. Termasuk ikut mendampingi Sukarno, Moh. Hatta, dan KRT Radjiman Wediodiningrat dalam perjalanan ke Saigon untuk bertemu Marsekal Terauchi membahas kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada dr. Raden Rubini Natawisastra karena almarhum dinilai telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.
Bahkan almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Tokoh kelahiran Bandung 31 Agustus 1906 ini pada awalnya mengabdikan diri sebagai dokter di Jakarta. Pada tahun 1934, dr. Rubini dipindahkan ke Pontianak.
Di daerah ini ia dikenal sebagai dokter yang rendah hati dan tanpa pamrih. Ia kerap berkeliling mengunjungi desa-desa terpencil di Kalimantan Barat, untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat dengan berusaha menyejahterakan dan memberikan perlindungan terhadap ibu dan anak, termasuk menurunkan angka kematian ibu dan anak yang kerap terjadi pada praktik dukun beranak.