Suara.com – Eks tahanan politik Papua, Ambrosius Mulait, mengatakan kalau perempuan Papua itu mengalami penindasan dalam waktu yang panjang bahkan sejak zaman kolonial hingga saat ini. Kekinian, ia menyebut penindasan yang paling sering terjadi justru di tengah hubungan suami istri atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ambrosius mengatakan hal tersebut bisa terjadi karena perspektif laki-laki Papua yang belum juga berubah. Laki-laki Papua itu kerap berpikir bisa melakukan apa saja kepada istrinya karena sudah menikahinya.
“Jadi ketika membayar itu seakan-akan perempuan itu sudah dibeli jadi ko (kau) bisa bikin seenaknya dan semaunya semacam itu,” kata Ambrosius dalam diskusi bertajuk “Harta Tahta Perempuan Papua” secara virtual, Jumat (17/9/2021).
Menurutnya hal tersebut masih terjadi sampai saat ini karena tidak ada edukasi bagaimana suami memperlakukan istri ketika menyelesaikan suatu persoalan.
Baca Juga:
Tim Pencak Silat DIY Bertekad Perbaiki Perolehan Medali di PON Papua
Selain itu, Ambrosius juga mengkritisi soal sikap yang ditunjukkan orang-orang Papua ketika ada kasus pemerkosaan. Ia menyebut kalau pihak perempuan kerap tidak diberikan tempat untuk berbicara ketika menjadi korban pemerkosaan.
Bahkan ketika ada kasus pemerkosaan, orang-orang yang berada disekitarnya itu malah memilih untuk mengamankan diri.
Ia mencontohkan pada kasus pemerkosaan 4 siswi SMA di Jayapura dengan pelaku pejabat publik dan pengusaha. Ambrosius menganggap seharusnya orang-orang itu membangun solidaritas untuk korban sehingga mendapatkan keadilan serta pendampingan.
Namun pada realitasnya banyak orang malah menganggap kasus itu terjadi karena pelaku dan korban sama-sama mau melakukannya.
“Saya pikir perspektif salah yang harus dihapuskan kalau misalkan kalau kita pakai perspektif model seperti ini masih terus terjadi di Papua berarti kami sesama Papua menindas perempuan Papua secara tidak langsung.”
Baca Juga:
Firman Pagarra Beri Semangat Atlet Anggar Makassar yang Akan Bertarung di PON Papua