Suara.com – Investasi asing di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa dan negara. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia berusaha untuk menarik sebanyak-banyaknya investasi masuk ke tanah air.
Iming-iming yang ditawarkan kepada para investor diantaranya adalah segala kemudahan dalam proses perizinan, fasilitas perpajakan dan tenaga kerja murah. Segala fasilitas tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh korporasi asal China dengan dalih investasi, tetapi pada kenyataannya tak serupiahpun uang masuk ke tanah air.
Mereka (para korporasi asal China) memang membangun pabrik pengolahan (smelter) nikel di berbagai tempat, namun semua alat dan perlengkapan hingga tenaga kerjanya dibawa dari negara mereka. Lantas, Indonesia dapat apa?
“Mereka mengeruk sumberdaya alam kita dengan harga yang sangat murah, setelah “diolah” menjadi produk setengan jadi berupa Nickel Pig Iron (NPI) yang hanya memiliki kadar 4-9% kemudian diekspor ke negaranya, sehingga nilai tambah yang diharapkan diperoleh pemerintah Indonesia sangat rendah dibandingkan nilai tambah yang didapat negara China. Sementara sampah pabrik nikel tersebut menumpuk di negara kita, yang dimasa depan tentunya akan menjadi masalah yang sangat besar bagi bangsa kita.” kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (Iress), dalam webinar bertajuk “Kupas Tuntas Seputar Manipulasi Investor Smelter China di Indonesia”.
Baca Juga:
20 Fakta Menarik Attack on Titan, Anime Terpopuler Dunia yang Masuk Daftar Hitam di Negara China!
Marwan menyebut, investasi smelter nikel di tanah air telah menghancurkan alam kita. Mereka hanya menerima bijih nikel kadar tinggi sehingga sampah tambang yang berupa limonite (bijih nikel kadar rendah) yang jumlahnya 2/3 dari penambangan menjadi gundukan tanah yang sewaktu-waktu dapat memicu bencana dan kerusakan lingkungan.
Permasalahan yang lebih krusial adalah penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan dalih tenaga kerja lokal tidak memiliki skill yang dibutuhkan, mereka mengimpor tenaga kerja dari China. Padahal, tenaga kerja yang mereka datangkan tidak sesuai dengan regulasi di Indonesia.
Mayoritas dari tenaga kerja asing yang mereka datangkan adalah pekerja kasar yang di dalam negeri sangat berlimpah seperti Satpam, tukang las, operator alat berat, sopir, dan lain-lain sebagaimana pengumuman perekrutan yang mereka buat di media berbahasa mandarin. PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dalam perekrutan tenaga kerja asing telah merelease di dua media asing.
Dari kedua media tersebut diketahui bahwa tawaran gaji yang diberikan sangat tinggi dibandingkan gaji bagi pekerja lokal. Sebagai contoh, untuk pekerjaan sebagai Satuan pengaman diberikan gaji sebesar 10.000 yuan atau setara dengan Rp 22.800.000,- (kurs 1 yuan = Rp 2.280). Ini sangat tidak adil bagi anak bangsa yang bekerja dengan tanggung jawab dan beban kerja yang sama tetapi hanya mendapatkan gaji sesuai upah minimal setempat.
Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkan bahwa para pekerja migran tersebut jumlahnya hanya 10% dari total pekerja? Dan benarkan mereka semua adalah tenaga ahli yang keahliannya tidak dimiliki rakyat Indonesia sebagaimana sering kita dengan dari pihak Pemerintah?
Berita ini sebelumnya dimuat WartaEkonomi.co.id jaringan Suara.com dengan judul “Membongkar Manipulasi dan Kejahatan Investasi Smelter Nikel China di Indonesia”