Cerita Pilu Umat Kristiani Di Gaza: Rudal Israel Bak Gempa Bumi, Gereja Jadi Tempat Perlindungan

Cerita Pilu Umat Kristiani Di Gaza: Rudal Israel Bak Gempa Bumi, Gereja Jadi Tempat Perlindungan

Suara.com – Serangan udara militer Israel bak hujan tanpa reda di Jalur Gaza. Mirisnya, serangan itu menyasar apa saja yang ada di daratan, rumah sakit, sekolah, universitas, masjid hingga gereja.

Menyitat laman BBC, Senin (6/11/2023), umat kristiani di Gaza berkisah bagaimana mereka harus berjibaku menyelamatkan diri dari hantaman rudal Israel yang jatuh kapan saja.

Saba adalah Sekretaris Dewan Gereja Ortodoks Arab. Dia menderita luka di kepala, punggung, dan kaki. Dia bercerita bahwa sebuah roket jatuh tepat di gedung kantor dewan gereja. Roket itu dalam sekejap menewaskan sembilan orang dari satu keluarga yang sama.

“Pengeboman itu begitu dashyat, seperti gempa bumi,” kata Saba.

Bagian lain dari Gereja Santo Porphyrius masih utuh dan berfungsi. Namun Saba mencari tempat perlindungan lain, yaitu di Gereja Katolik Keluarga Kudus yang berada tidak jauh dari Gereja Santo Porphyrius.

Saba adalah satu dari ratusan anggota komunitas Kristiani yang masih bertahan di sekitar dua gereja di Jalur Gaza. Penduduk lainnya telah meninggalkan rumah mereka usai militer Israel memberikan peringatan agar warga Gaza mengevakuasi diri.

Serangan rudal

Pada 19 Oktober lalu, sebuah rudal menghantam sebuah bangunan di dalam kompleks Gereja Santo Porphyrius. Menurut umat dan sejumlah saksi mata, kejadian itu menewaskan 17 orang dan melukai puluhan orang. Anak-anak termasuk korban dalam pengeboman tersebut.

Israel membantah menjadikan gereja itu sebagai target serangan militer mereka. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Hayat, mengklaim bahwa yang terjadi di gereja itu adalah imbas dari serangan militer Israel terhadap infrastruktur Hamas di sekitar rumah ibadat tersebut.

“Semuanya terjadi begitu cepat,” kata Mona, warga Gaza yang meminta BBC melindungi identitasnya.

“Itu adalah serangan rudal tanpa peringatan. Setelah serangan itu, debu tebal menyebar sehingga semua orang tidak bisa melihat apapun,” ujarnya.

Serangan Israel hancurkan Gereja Ortodoks Yunani di Gaza. (Foto: AFP)
Serangan Israel hancurkan Gereja Ortodoks Yunani di Gaza. (Foto: AFP)

Sejumlah foto yang beredar di media sosial belakangan ini menunjukkan prosesi baptis massal terhadap anak-anak. Para orang tua mencemaskan keselamatan anak-anak itu sehingga memilih segera membaptiskan mereka.

“Umat Kristen di Jalur Gaza tengah bersiap menghadapi skenario terburuk,” kata Munther Isaac, seorang umat Kristen di Tepi Barat.

Gereja Jadi Perlindungan

Sekitar 900 umat Kristiani di Gaza mencari perlindungan di dua gereja, yaitu Gereja Katolik Keluarga Kudus dan Gereja Santo Porphyrius. Gereja yang disebut terakhir berafiliasi dengan komunitas Ortodoks Yunani.

Di Gaza, terdapat sekitar 1.100 orang yang tergabung dalam komunitas Ortodoks Yunani dan komunitas Katolik. Jumlah ini kurang dari 0,05% populasi Jalur Gaza. Mayoritas umat Kristiani ini adalah anggota Ortodoks Yunani.

Menurut seorang umat Gereja Ortodoks Yunani, yang tidak mau disebutkan namanya, sebagian dari umat Kristiani tiba di Gaza setelah peristiwa “Nakba” pada tahun 1948. Nakba adalah terminologi dalam bahasa Arab yang berarti bencana.

Peristiwa “Nakba” memaksa setidaknya 700 ribu warga Palestina mengungsi dari rumah mereka selama perang Arab-Israel.

Selain Nakba, ada pula yang menelusuri akarnya komunitas Kristiani di Gaza hingga ribuan tahun lalu.

“Ada komunitas umat Kristiani yang telah tinggal di tanah ini sejak tahun 402, setelah mereka berpindah agama dari paganisme ke Kristen,” ujarnya.

Elias Jarada, anggota Dewan Gereja Ortodoks Arab, berkata bahwa keberadaan umat Kristiani di Gaza dapat ditelusuri sebelum tahun 400. Kata dia, sebagian besar dari mereka adalah keturunan dari komunitas mula-mula tersebut.

Scroll to Top