Sejumlah perempuan Arab Saudi memilih untuk tetap melakukan pole dance atau tari tiang di tengah stigma yang melekat di olahraga ini.
Instruktur yoga, Nada, memilih terus melanjutkan kursus pole dance meski orang-orang di sekitar dia menentangnya.
Beberapa keluarga dan teman-teman dia menilai jenis olahraga yang memerlukan kekuatan fisik dan melibatkan gerakan akrobatik adalah sesuatu yang “sangat salah.”
Sejumlah pihak menilai pole dance berhubungan dengan klub strip kumuh dan tempat-tempat yang menampilkan tarian erotis. Saudi sementara itu adalah negara yang masih konservatif dan menganggap hal demikian itu tabu.
Anggapan tersebut tertanam di benak masyarakat Saudi karena sejumlah film Hollywood menampilkan pole dance dengan sesuatu yang berkaitan dengan sensualitas.
Namun, Nada tetap pada pilihannya. Ia menganggap kursus pole dance adalah salah satu cara menghilangkan stigma tersebut.
Perempuan berusia 28 tahun itu meyakini telah membuat kemajuan setidaknya dalam lingkaran pertemanan dirinya.
“Mulanya, mereka mengatakan ini tak pantas dan sebuah kesalahan. Sekarang, mereka mengatakan ‘Kami ingin mencobanya’,” kata Nada seperti dikutip AFP, Senin (10/10).
Sejumlah pemilik gym di Saudi juga mulai membuka kursus pole dance. Salah satunya adalah tempat gym milik May al- Youssef.
“Saya merasa pole dancing mendapat perhatian lebih, karena itu sesuatu yang baru dan gadis-gadis senang mencobanya,”ujar Youssef.
Seorang siswa pole dancing di Riyadh mengklaim dia tak malu sama sekali mengikuti latihan ini. Namun, saat diwawancara, ia tak mau menyebutkan namanya dan meminta untuk anonim.
“Saya akan mengatakan saya tak malu merangkul sensualitasi saya. Saya tak malu sama sekali, selama saya tak menyakiti siapa pun,” kata siswa itu.
Namun, ia mengakui tak semua orang akan nyaman dengan hal yang dilakukan dirinya.
Siswa itu tak melanjutkan kursus pole dance karena olahraga ini menuntut fisik, yang bagi dia sangat sulit.
“Saya menyadari itu bukan saya. Diperlukan banyak otot, banyak kekuatan untuk bisa melakukan,” ujar dia lagi.
Sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) menguasai Saudi sejumlah reformasi terjadi di negara itu termasuk ruang gerak untuk perempuan.
Baru-baru ini promosi olahraga perempuan muncul sebagai bagian untuk membentuk citra Saudi sebagai negara yang lebih lembut atau ‘moderat.
(isa/bac)