loading…
Alhajie Musa Kamara, mahasiswa Internasional UMM ini menjadi wisudawan terbaik pada wisuda periode pertama, Kamis (17/3). Foto/Dok/Humas UMM
Mus, sapaan akrabnya menceritakan bahwa menempuh Pendidikan di Indonesia tidaklah mudah. Budaya serta bahasa yang berbeda membuatnya sulit memahami materi serta bersosialisasi dengan orang lain. Apalagi kepergiannya ke Indonesia ini merupakan kesempatan pertamanya untuk ke luar negeri.
Baca juga: Presiden Minta Universitas Harus Lincah dan Cepat Belajar dengan Perubahan
Beruntung, sebelum masa perkuliahan dimulai, dirinya diajari bahasa dan budaya Indonesia di lembaga Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang ada di Kampus Putih . Pembelajaran tersebut berlangsung selama satu tahun. Hal unik yang dia temukan di BIPA adalah cara pembelajarannya yang sangat lucu.
“Kami diajari seperti anak kecil yang baru belajar berbicara. Meskipun lucu, cara pengajaran seperti itu yang membuat kami lancar berbahasa Indonesia,” ungkap mahasiswa asal Sierra Leone, Afrika Barat tersebut, dalam keterangan pers, Rabu (16/3/2022).
Tak hanya terkendala di bahasa, pandemi Covid-19 yang menerpa dunia termasuk Indonesia juga membuat masyarakat harus cepat beradaptasi dengan teknologi di segala bidang. Begitu pun juga yang dialami oleh Musa. Ia mengaku tidak terlalu paham dengan penggunaan-penggunaan aplikasi untuk pembelajaran yang diterapkan oleh kampus. Namun berkat bantuan teman-teman dan dosen, ia dapat melakukannya dengan baik.
Baca juga: Beasiswa Full di Universitas Terbaik Thailand, Tunjangan Rp5,2 Juta per Bulan
“Meskipun berat, para dosen di selalu sigap memberi kami dorongan untuk belajar. Hal itulah yang memotivasi saya untuk belajar dengan giat. Selain itu, teman-teman jurusan juga dengan senang hati membantu saya ketika kesulitan memahami sebuah materi,” kata Musa.
Ada beberapa kebijakan yang membuat Musa takjub selama menjalani perkuliahan di UMM. Akses terhadap jurnal dan buku sangat gampang. Bahkan perpustakaan kampus tetap menerima mahasiswa di masa pandemi, meskipun dengan protokol kesehatan yang ketat. Akses terhadap informasi juga sangat mudah didapatkan melalui website maupun dengan menghubungi dosen secara langsung.
Hal tersebut, kata dia, sangat berbeda saat dirinya menempuh kuliah strata satu di Afrika. Di sana akses internet sangat minim bahkan terbatas hanya dari jam 10 pagi sampai 3 sore. bahkan, tempat untuk mendapat internet gratis juga hanya di perpustakan.
“Di luar perpustakaan kami harus mengeluarkan biaya lebih untuk dapat mengakses internet. Namun semangat saya dan teman-teman saat kuliah S1 dulu di negara kami masih sangat membara. Hal itu yang akhirnya membawa saya ke Indonesia, tepatnya UMM. Kampus ini sungguh memberikan banyak kemudahan dan fasilitas yang mumpuni,” jelas Musa.
Musa mengatakan bahwa UMM telah memberinya banyak pengalaman dan pengetahuan baru selama masa perkuliahannya. “Saya adalah orang yang beruntung karena memiliki teman-teman yang baik serta dosen yang selalu membimbing saya. Hal itu pula lah yang akhirnya membuat saya bisa mendapatkan nilai tertinggi untuk studi S2 ini,” tandasnya.
(mpw)