Suara.com – Setiap tanggal 31 Mei, seluruh dunia merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day). Gerakan dan peringatan ini diinisiasi oleh WHO (World Health Organization) dengan tujuan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan masyarakat.
Pada kesempatan ini, WHO juga melakukan ajakan kampanye lainnya mengenai bahaya penggunaan tembakau.
Tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada tahun 2021 adalah “Berani Berhenti Merokok: Apapun Jenisnya”.
“Tema ini dinilai sangat relevan dengan situasi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, perokok laki-laki di Indonesia tertinggi di dunia dan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah India dan China,” Wakil Direktur Visi Integritas, Emerson Yuntho ditulis Senin (31/5/2021).
Baca Juga:
Sindikat Pengedar Tembakau Sintetis Pasang Harga Paket di Medsos
Selain itu, prevalensi merokok di kalangan anak-anak usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2% pa-da 2013 menjadi 9,1% pada 2018 (data Riskesdas 2018).
Dalam kaitan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, salah satu isu yang penting dicermati di Indonesia adalah kebijakan struktur tarif cukai rokok yang kompleks dan rumit.
Berdasarkan regulasi yang ada, struktur tarif cukai rokok saat ini terdiri dari 10 lapis (layer). Struktur ini memungkinkan perusahaan rokok besar membayar tarif cukai yang rendah sehingga harga rokok menjadi terjangkau.
Kerumitan struktur tarif cukai rokok secara langsung membuat harga rokok tetap murah dan terjangkau bagi masyarakat. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan konsumsi rokok masyarakat khususnya pada anak-anak atau penduduk usia di bawah 18 tahun.
Harga rokok yang murah juga dapat berkontribusi bagi semakin meningkatnya tingkat kemiskinan di Indonesia.
Baca Juga:
KTR Tak Efektif, Perokok di Kota Cimahi Butuh Edukasi
Selain itu, kerumitan struktur tarif cukai rokok juga telah menimbulkan sejumlah persoalan lainnya.