Suara.com – Majelis Hakim Tipikor Palembang memvonis delapan tahun penjara dan membayar kerugian negara sebesar Rp 187 juta terhadap Kepala Desa Sukowarno, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan karena terbukti menggelapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 untuk judi.
Ketua majelis hakim Sahlan Effendi, Senin, mengatakan terdakwa Askari (43) terbukti tidak menunaikan sisa pembayaran dana BLT Covid-19 untuk 156 keluarga penerima manfaat (KPM) dan malah mengalihkannya untuk kepentingan pribadi.
“Terdakwa terbukti menggunakan dana tersebut untuk bermain judi, menyewa PSK dan membayar uang muka mobil wanita simpanannya,” kata Sahlan membacakan putusan.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Lubuklinggau yang menuntut terdakwa dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Baca Juga:
Dituntut Tujuh Tahun, Kades Ngaku Tilap Dana Bantuan Buat Main Perempuan
Majelis hakim menilai terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor.
Jika terdakwa tidak mampu membayar kerugian negara maka diganti dengan kurungan 2,5 tahun penjara.
Selain tindakan terdakwa yang tidak mendukung pemberantasan korupsi, perilakunya yang menggunakan dana BLT COVID-19 untuk berjudi menjadi poin pemberat vonis.
Terdakwa menggunakan Rp70 juta dana BLT COVID-19 untuk judi togel dan Rp50 juta untuk judi remi, sedangkan sisanya sebesar Rp31 juta, Rp5 juta dipinjam orang, Rp6 juta membayar hutang dan Rp15 untuk perayaan Idul Fitri serta sisanya membayar uang muka mobil simpanan.
Atas vonis tersebut terdakwa melalui kuasa hukumnya, Sufendi, menyatakan akan pikir-pikir terutama terkait uang penggantian kerugian negara.
Baca Juga:
Dendam Istri Dirudapaksa, Warga Muara Kelingi Tikam Tetangga hingga Tewas
Sebelumnya Desa Sukowarno yang dipimpin terdakwa mengalokasikan dana sebesar Rp 280 juta untuk 156 kepala keluarga penerima bantuan langsung tunai dana desa (BLTDD) dengan anggaran Rp 600.000 selama tiga bulan.
Namun terdakwa meminta Kaur Keuangan Desa Sukowarno, Ratih untuk mengajukan pencairan anggaran sebesar Rp 370 juta dengan menambahkan beberapa item pengeluaran baru.
Kemudian terdakwa mendatangi Ratih membawa cek kosong, terdakwa memintanya menandatangani cek kosong itu dengan dalih agar lebih mudah menarik dana bantuan dari bank saat jadwal pencairan.
Terdakwa lalu mencairkan dana sebesar Rp 370 juta dari bank pada Mei 2020, selanjutnya pada 22 Mei 2020 dana tersebut disalurkan ke 156 KK penerima BLTDD untuk tahap I sebesar Rp 93 juta dari Rp 280 juta yang telah dialokasikan.
Sedangkan tahap II dan III sebesar 187 juta tidak terdakwa salurkan kepada penerima melainkan digunakan untuk menambah kekayaan terdakwa. (Antara)