Bukan Cuma Korupsi, RUU Perampasan Aset Bisa untuk Semua Kejahatan Ekonomi

Bukan Cuma Korupsi, RUU Perampasan Aset Bisa untuk Semua Kejahatan Ekonomi

Bukan Cuma Korupsi, RUU Perampasan Aset Bisa untuk Semua Kejahatan Ekonomi

Suara.com – Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset tidak hanya bisa digunakan untuk menjerat kasus korupsi.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK), Dian Ediana Rae mengungkapkan RUU Perampasan Aset sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk sebanyak 26 kejahatan ekonomi.

Kejahatan tindak pidana perekonomian, kata Dian, antara lain seperti narkoba, penipuan, perbankan, pasar modal hingga illegal logging.

“Ruu perampasan aset ini bukan hanya untuk tindak pidana korupsi. Tapi seluruh setidaknya ada 26 jenis kejahatan dalam tindak pidana ekonomi,” ungkap Dian dalam diskusi RUU Perampasan Aset bersama ICW secara virtual, Jumat (9/4/2021).

Baca Juga:
Anies Sebut Penyebab Korupsi Karena Kebutuhan, Denny: Gaji Dirut Rp100 Juta

Dian menyebut bahwa tindak pidana ekonomi yang dimaksud, bila RUU Perampasan Aset sudah disahkan dapat sangat membantu perekonomian Indonesia.

“Tindak pidana ekonomi ini betul-betul sangat berdampak pada ekonomi kita. Ini jelas membantu perekonomian kita juga kesejahteraan rakyat,” tutup Dian.

Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset sama sekali tidak masuk daftar prioritas tahun 2021 dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

Padahal, banyak pihak yang mendorong agar RUU Perampasan Aset segera dijadikan Undang-Undang. Termasuk PPATK yang juga telah meminta dukungan kepada DPR.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang telah ditetapkan DPR.
Padahal, menurut dia, RUU tersebut menjadi suplemen penting untuk menunjang aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.

Baca Juga:
Kasus Korupsi Ditjen Pajak, KPK Geledah PT Jhonlin Baratama di Kalsel

“Nantinya, jika RUU Perampasan Aset ini disahkan, penegak hukum tidak kesulitan lagi jika menghadapi pelaku korupsi yang melarikan diri sebab objek pemeriksaan di persidangan adalah aset itu sendiri, bukan individu pelaku,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Kurnia mengakui ICW tidak kaget melihat daftar Prolegnas Prioritas 2021 yang tidak kunjung memasukkan RUU Perampasan Aset sebab sejak awal pembentuk undang-undang (pemerintah dan DPR) memang hanya memprioritaskan waktu dan tenaganya untuk membahas regulasi-regulasi yang kontroversial dan melemahkan pemberantasan korupsi seperti revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja.

Scroll to Top