Suara.com – Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan potensi gempa megathrust yang memicu tsunami selatan Pulau Jawa akan terus ada.
Daryono mengatakan salah satu cara untuk mengantisipasi ancaman tsunami dari selatan Jawa itu adalah dengan mengandalkan tide gauge, peranti pengukur ketinggian permukaan air laut.
“Megathrust akan terus ada, enggak akan berakhir potensi ini,” kata Daryono usai dialog terkait tsunami di Kantor BMKG, Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Dia mengatakan, tide gauge yang banyak dipasangkan di selatan pulau Jawa untuk mendeteksi secara dini tsunami apabila terjadi.
“Jadi tide gauge kita ini ada di selatan Jawa,” lanjut Daryono.
Daryono menambahkan tide gauge memudahkan pemerintah daerah yang memiliki warning system bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menentukan status kesiagaan bencana sehingga dapat segera mengevakuasi masyarakat.
“Mereka punya sirine langsung jadi bisa langsung berkoordinasi dengan BMKG untuk segera menetapkan status kebencanaan sehingga dapat memerintah proses evakuasi ke masyarakat,” kata dia.
Daryono menegaskan yang pasti potensi megatrusht itu ada, bukti sejarahnya ada.
Hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan dan di mana tepatnya gempa akan terjadi. Berdasarkan catatan sejarah gempa dan tsunami, di wilayah selatan Jawa hingga Selat Sunda sering terjadi tsunami, seperti tsunami Selat Sunda pada 1722, 1852, dan 1958.
Selain itu pada 2006 juga pernah terjadi gempa magnitudo 7,7 di Pangandaran dan gempa Bengkulu bermagnitudo 8,5 pada 2007.
Karenanya Daryono mengimbau pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami, menyiapkan jalur evakuasi, memasang rambu evakuasi, membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi atau drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri.
Selain itu, BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat.