Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons rencana BPJS Ketenagakerjaan mengurangi portofolio investasi dalam bentuk saham dan reksa dana.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menyebut kebijakan investasi BPJS TK merupakan kebijakan independen, sehingga BEI menghargai keputusan itu.
“Kebijakan investasi dari para pengelola dana publik adalah kebijakan yang independen dan bursa menghargai keputusan dari para pengelola/manajer investasi tersebut,” katanya secara tertulis, Rabu (31/3).
Seberapa signifikannya dampak pengurangan portofolio terhadap bursa, Laksono mengaku itu harus dilihat dari transaksi BPJS TK akhir-akhir ini. Sayangnya, ia tak dapat menjawab secara gamblang.
“Ini bukan data publik yang bisa kami sebarkan ke publik,” jawabnya.
Beberapa waktu lalu, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja menjelaskan dari total dana sebesar Rp486,38 triliun yang dikelola dan diinvestasikan pada 2020, 17 persen ditempatkan di saham.
Artinya sekitar Rp82,68 triliun dana ditempatkan dalam instrumen saham. Sedangkan mayoritas dana yaitu 64 persen di antaranya ditempatkan di surat utang (obligasi). Sisanya, 10 persen di deposito, 8 persen di reksa dana, dan 1 persen berupa investasi langsung.
Sedangkan rencana pengurangan portofolio saham dan reksa dana disampaikan oleh Direktur Utama BPJS TK Anggoro Eko Cahyo. Rencana muncul karena dana jaminan hari tua (JHT) sejak 2018 hingga Februari 2021 mengalami defisit.
Riciannya, rasio kecukupan dana pada Desember 2018 sebesar 96,6 persen, Desember 2019 sebesar 96,9 persen, Desember 2020 sebesar 95,9 persen, dan Februari 2021 sebesar 95,2 persen.
Rasio kecukupan dana bisa dikatakan sebagai kemampuan lembaga atau perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada peserta atau kemampuan manajemen dalam mendanai program pensiunnya.
“Apa yang menyebabkan defisit? Dari dana yang kami miliki, 100 persen yang kami miliki, ada 23 persen dana yang kami kelola di instrumen saham dan reksa dana,” ucap Anggoro dalam rapat kerja bersama Komisi IX, Selasa (30/3).
Menurut Anggoro, instrumen saham dan reksa dana memiliki risiko pasar yang membuat dana investasi BPJS Ketenagakerjaan turun atau unrealized loss.
Unrealized loss juga bisa disebut sebagai penurunan nilai aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
“Kalau dilihat sejak Desember 2017 itu IHSG masih 6.335, rasio kecukupan dana JHT itu masih 101 persen. Juli 2018 IHSG turun ke 5.900 maka dana JHT itu 94,7 persen pada Juli 2018. Februari 2021 IHSG sudah bergerak naik ke 6.200, maka rasio kecukupan dana meningkat menjadi 95,2 persen,” jelas Anggoro.
Selain itu, Anggoro juga akan melakukan koordinasi dengan pihak emiten yang masuk dalam portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan. Manajemen akan berdiskusi khususnya dengan perusahaan-perusahaan yang sahamnya turun beberapa waktu terakhir.
“Kami bisa melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi saat ini,” jelas Anggoro.
(wel/age)