Balas Balon Sampah Korut, Korsel Pasang Speaker Propaganda

Balas Balon Sampah Korut, Korsel Pasang Speaker Propaganda


Jakarta, CNN Indonesia

Korea Selatan kembali menyiarkan propaganda lewat pengeras suara (speaker) untuk membalas balon-balon sampah yang dikirim Korea Utara pada Kamis (18/7).

Kepala Staf Gabungan (Joint Chiefs of Staff/JCS) Seoul melaporkan militer telah menyiarkan propaganda tersebut di dekat perbatasan kedua negara sejak Kamis sore hingga Jumat (19/7) dini hari.

“Jika Korea Utara mengabaikan peringatan kami dan mengulangi tindakan semacam itu, militer kami bakal mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar Korea Utara membayar dengan benar,” demikian keterangan JCS, seperti dikutip Korea Times, Jumat (19/7).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JCS mengutuk keras Korut karena melakukan tindakan “vulgar dan kotor”. Militer memperingatkan bahwa tanggapan Seoul berikutnya akan tergantung pada tindakan Pyongyang.

Ini merupakan kali pertama Korsel menyiarkan propaganda di dekat perbatasan sejak 9 Juni lalu. Korsel meluncurkan siaran ini sebagai balasan atas pengiriman balon-balon sampah Korut.

Sejak Mei lalu, Pyongyang mulai menerbangkan lebih dari 2.000 balon berisi sampah ke Seoul untuk membalas pengiriman selebaran anti-rezim yang dikirim para aktivis Korsel.

Pada Kamis, alias pengiriman balon yang kedelapan kalinya, Korut menerbangkan sekitar 200 balon, yang 40 di antaranya mencapai Provinsi Gyeonggi, wilayah di sekeliling Seoul.

Menurut para analis, balon-balon tersebut kebanyakan membawa kertas bekas.

Korea Selatan mulai menyiarkan propaganda melalui pengeras suara setelah sepenuhnya menangguhkan perjanjian militer antar-Korea untuk merespons pengiriman besar-besaran balon pembawa sampah.

Perjanjian yang ditandatangani di bawah pemerintahan Moon Jae-in pada 2018 itu melarang latihan artileri penembakan langsung di dekat perbatasan serta tindakan-tindakan lain yang dinilai konfrontatif.

Korea Utara telah menentang kampanye pengeras suara, serta selebaran anti-Pyongyang yang dikirim oleh aktivis Korea Selatan, karena kekhawatiran bahwa masuknya informasi dari luar dapat menimbulkan ancaman bagi rezim Kim Jong Un.

Korut dan Korsel secara teknis masih berperang lantaran Perang Korea pada 1950-1953 silam berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

(blq/dna)



Scroll to Top