Suara.com – Sebuah studi oleh University of Queensland menemukan bahwa pestisida yang tersedia secara umum terkait dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis.
Penelitian mengenai hubungan pestisida dan ginjal kronis telah dipublikasikan dalam “Jurnal Internasional Penelitian Lingkungan dan Kesehatan masarakat”.
Profesor Asosiasi Kesehatan Masyarakat Sekolah, Nicholas Osborne mengatakan bahwa penelitian tersebut menemukan orang yang terpapar pestisida atau insektisida Malathion dalam jumlah tinggi memiliki risiko disfungsi ginjal 25 persen lebih tinggi.
“Hampir 1 dari 10 orang di negara berpenghasilkan tinggi menunjukkan tanda-tanda penyakit ginjal kronis, yakni kerusakan ginjal pemanen dan hilangnya fungsi ginjal,” kata Dr Osborne dikutip Hindustan Times.
Baca Juga:
Diserang Omicron, Luhut Sebut Indonesia Lebih Baik dari Amerika dan Inggris
Faktor risiko seseorang menderita kerusakan ginjal kronis, termasuk usia, hipertensi dan diabetes. Dr Osborne mengatakan bahwa kerusakan ginjal kronis tanpa penyebab yang meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah.
Mulanya, kondisi tersebut diduga berkaitan dengan tempat kerja yang terpapar tekanan panas, dehidrasi, penyemprotan pestisida dan obat-obatan herbal yang berpotensi mengandung logam berat.
Penyebab peningkatan kerusakan ginjal kronis masih belum jelas. Tapi, penyemprotan pestisida tanpa APD dan bekerja dengan tanah yang terkontaminasi bisa menjadi jalur paparan.
Dr Osborne mengatakan bahwa studi ini adalah penelitian pertama yang membuktikan hubungan antara pestisida dengan kesehatan ginjal pada manusia.
Temuan ini menyarankan kita harus membatasi paparan pestisida, bahkan dalam dosis yang sangat kecil. Karena, paparan kronis bisa menyebabkan masalah kesehatan serius.
Baca Juga:
Studi: Suntikan Booster Vaksin Johnson Efektif Lindungi dari Varian Omicron