Suara.com – Seseorang yang telah terinfeksi Covid-19 bisa memiliki antibodi Covid-19 alami. Seperti halnya orang yang disuntik vaksin pun bisa memiliki antibodi virus corona yang mencegah sakit parah jika terinfeksi.
Sama-sama menghasilkan antibodi, lalu apa bedanya antibodi Covid-19 alami dan antibodi dari vaksin?
“Orang yang divaksinasi Covid banyak terbentuk antibodi di paru-paru. Sementara orang yang terinfeksi langsung antibodinya ada di paru-paru dan nasofaring (saluran napas),” jelas ahli patologi klinis dari Universitas Sebelas Maret Tonang Dwi Ardyanto saat dihubungi Suara.com beberapa waktu lalu.
Namun demikian, jumlah antibodi alami setiap orang yang terinfeksi berbeda-beda, tergantung gejala yang dialami. Semakin gejalanya berat akan berpotensi antibodi banyak. Begitu pula sebaliknya, kata dokter Tonang.
Baca Juga:
Perlu Izin dari Sosok Ini, Sekolah di Kabupaten Tangerang Tak Lagi Bebas Gelar PTM
Oleh sebab itu, ketentuan Kementerian Kesehatan juga menentukan jeda vaksinasi bagi penyintas Covid-19 bergejala berat lebih lama, yakni tiga bulan. Dibandingkan yang bergejala ringan hingga sedang hanya perlu satu bulan pasca dinyatakan sembuh.
Sementara itu, antibodi dari vaksin lebih banyak terbentuk di paru-paru karena berkaitan dengan cara pemberiannya. Hingga saat ini, seluruh vaksin Covid-19 yang beredar diberikan dengan disuntikkan ke otot.
Cara tersebut dinilai relatif mudah diuji klinis, dibuat, dan digunakan dalam situasi waktu yang mendesak seperti pandemi.
“Dengan metode ini, terbentuk banyak IgG di paru-paru dan sedikit di saluran nafas atas. Dengan kondisi ini, risiko terinfeksi memang masih dapat terjadi. Hanya untungnya, karena ada IgG di paru-paru, maka diharapkan tidak timbul gejala, apalagi yang berat dan sampai terjadi kematian,” jelas dokter Tonang.
Dengan adanya antibodi dari vaksin, seseorang yang masih terinfeksi Covid-19 diharapkan tidak sampai mengalami kerusakan di paru-paru sebab di dalamnya sudah terdapat antibodi.
Baca Juga:
Indonesia Kedatangan Vaksin Tahap Ke-81, Langsung Disebar ke 7 Provinsi
“Risiko terjadinya gejala berat walau sudah ada antibodi ini, hanya bila jumlah paparan virusnya sangat banyak sehingga jumlah antibodi kita kalah. Atau, bila menghadapi varian baru dengan mutasi sangat signifikan,” pungkasnya.