Jakarta, CNN Indonesia —
Perusahaan kosmetik dan produk perawatan tubuh The Body Shop menutup seluruh tokonya di Amerika Serikat (AS) per 1 Maret 2024. Tak hanya itu, belasan gerai perusahan di Kanada juga akan ditutup.
Kebijakan manajemen menutup toko fisiknya di ekonomi terbesar dunia itu bukan tanpa alasan.
Dilansir CNN, Minggu (10/3), perusahaan ritel seperti The Body Shop saat ini masih menghadapi tantangan dari tingginya inflasi. Pasalnya, mahalnya harga barang-barang membuat kelas menengah yang menjadi target pasarnya mengurangi konsumsi.
Dalam laporan awal 2023, Natura mencatat The Body Shop “(menghadapi) tantangan” dengan penurunan penjualan dari tahun ke tahun sebesar 13,5 persen pada 2022, tahun yang menurut perusahaan “jauh dari mudah” bagi merek tersebut.
Natura mengungkapkan saluran langsung ke konsumen, yang “mendapat manfaat selama pandemi,” kembali ke “tingkat yang lebih normal sebelum pandemi”. Imbasnya, penjualan terdampak negatif.
The Body Shop, yang terkenal dengan produk-produk yang dipasarkannya sebagai produk alami, berkelanjutan, beretika, dan bebas dari kekejaman, didirikan pada 1976 di Inggris oleh aktivis hak asasi manusia dan aktivis lingkungan hidup Anita Roddick.
Perusahaan merupakan salah satu pionir bisnis yang melarang pengujian pada hewan untuk banyak produknya. Pada 2019, perusahaan ini mendapatkan sertifikasi sebagai “B Corp,” sebuah sebutan yang diberikan kepada perusahaan yang memenuhi standar transparansi dan kesadaran lingkungan tertentu.
Pada 2023, produk perusahaan diperluas ke lebih dari 2.500 lokasi ritel di lebih dari 80 negara dan tersedia untuk dibeli secara online di lebih dari 60 pasar.
Sejak awal berdirinya, kepemilikan perusahaan beberapa kali berpindah tangan. Produk tersebut dibeli oleh raksasa kosmetik L’Oréal pada 2006 dengan harga lebih dari US$1 miliar, sebelum dijual ke perusahaan Brasil Natura seharga US$1 miliar pada 2017.
Akhir tahun lalu, The Body Shop dijual ke grup manajemen aset Aurelius sekitar US$266 juta.
(sfr)