China dan Amerika Serikat kembali memulihkan saluran komunikasi militer menurut pernyataan Kementerian Pertahanan China, Kamis (30/11).
Kolonel Senior Wu Qian, juru bicara kementerian, mengatakan bahwa otoritas keamanan kedua negara sedang berkomunikasi dan berkoordinasi untuk saling terhubung atas dasar kesetaraan dan rasa hormat, dilansir dari South China Morning Post.
Pernyataan ini untuk pertama kalinya dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan China setelah beberapa waktu terakhir kedua negara tersebut bersitegang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Menurut konsensus yang dicapai antara kedua kepala negara, kedua negara akan melanjutkan, atas dasar kesetaraan dan rasa hormat, komunikasi tingkat tinggi militer-ke-militer, Pembicaraan Koordinasi Kebijakan Pertahanan Tiongkok-AS, dan Pertemuan Tiongkok-AS. Pertemuan Perjanjian Konsultatif Maritim Militer AS, dan melakukan percakapan telepon antar komandan teater,” ungkap Wu.
“Tiongkok menghargai hubungan militer-ke-militer dengan AS. Militer Tiongkok siap bekerja sama dengan mitranya dari AS untuk… mendorong hubungan militer-ke-militer Tiongkok-AS yang sehat dan stabil.” imbuhnya.
Pernyataan dikeluarkan menteri pertahanan setelah dua minggu lalu Presiden China Xi Jinping bertemu dengan Presiden Amerika Serikat di San Fransisco yang membahas terkait pemulihan saluran komunikasi militer.
Pembahasan ini sempat ditangguhkan sejak Agustus tahun lalu, saat Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelocy mengunjungi Taiwan.
Kesepakatan komunikasi memerlukan ketulusan dan dialog dengan tujuan yang jelas. China berharap Amerika sungguh-sungguh dalam menghormati kepentingan inti negaranya.
Xi Jinping dan Biden menyetujui 20 kesepakatan di berbagai bidang yang menunjukkan hubungan antara China dan Amerika Serikat kian sehat, stabil, dan berkelanjutan.
Wu menyatakan bahwa Beijing siap bekerja sama untuk memperkuat penggunaan dan tata kelola kecerdasan buatan (AI) dalam militer. Diharapkan negara-negara menerapkan sikap yang bijaksana dan bertanggung jawab terhadap penelitian, pengembangan, serta pengaplikasian AI dalam militer.
“Tiongkok menentang penggunaan keunggulan AI untuk melemahkan kedaulatan negara lain,” kata Wu.
“Pihak Tiongkok siap untuk memperkuat pertukaran dan kerja sama dengan berbagai pihak, membangun konsensus dalam mengatur penggunaan AI oleh militer [dan] menghindari penyalahgunaan, penyalahgunaan, dan penggunaan jahat sistem senjata terkait.”imbuhnya.
Teknologi AI dalam bidang militer saat ini memang secara masif dikembangkan oleh negara-negara maju. China dan Amerika Serikat saling bersaing untuk meningkatkan teknologi militer mereka.
Jinping mengusulkan Inisiatif Tata Kelola AI Global untuk mengembangkan teknologi yang aman, tertib, dan sehat saat Forum Belt and Road untuk Kerja Sama Internasional bulan lalu.
Biden menyatakan AI sebagai “tantangan global” yang memerlukan kerja sama kedua negara.
Kesepakatan dibuat oleh kedua negara untuk membatasi penggunaan AI dalam persenjataan otonom seperti drone dan pengendalian serta peletakan hulu ledak nuklir.
China ingatkan AS soal bantuan ke Taiwan
Wu tetap memperingatkan Amerika terkait bantuan militer dan aktivitasnya di dekat pantai China.
Menurut berbagai laporan, Taiwan berencana membeli enam kapal tempur Amerika Serikat dan membangun pangkalan rudal.
Wu menilai Taiwan masih tergantung dengan Amerika Serikat dan ingin mengubah pulau kecilnya menjadi gudang senjata.
“Hal ini mendorong Taiwan ke dalam jurang bencana dan pasti akan membawa kerugian besar bagi rakyat Taiwan,” kata Wu.
“Keamanan Taiwan bergantung pada perkembangan damai hubungan lintas selat, dan mengandalkan beberapa senjata buatan AS tidak dapat diandalkan,” imbuhnya.
Wu memperingatkan dengan tegas agar Amerika tidak ikut campur dalam misi pasokan Filipina ke Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Keterlibatan Amerika dalam berbagai sejarah terbukti semakin memperburuk konflik.
(cpa/bac)