Suara.com – Proyek pembangunan ribuan tower base transceiver station BAKTI Kementerian Kominfo diduga menjadi bahan bancakan. Dalam berkas pemeriksaan seorang tersangka, nama Johnny G Plate ikut disebut meminta kepeng.
IRWAN HERMAWAN betul-betul terkejut ketika Anang Achmad Latif meminta bantuan dirinya dalam perjumpaan di kantor Moratelindo, di bilangan Tendean, Jakarta Selatan, awal 2021.
“Ini 500 sekali atau setiap bulan?” tanya Irwan.
“Setiap bulan,” jawab Anang singkat.
Baca Juga:
Kejagung Periksa Office Boy Kemenkominfo Terkait Kasus Korupsi Proyek BTS BAKTI
Irwan terperangah. Berarti setiap bulan harus tersedia uang Rp 500 juta. Menurut Anang, duit itu diminta Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate.
Selang dua tahun setelah persuaan itu, persisnya 4 Januari 2023, Anang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika atau BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, ia diduga terlibat rasuah proyek infrastruktur BTS 4G serta prasarana pendukung paket 1, 2, 3, 4, 5 periode 2020 – 2022.
Sebulan kemudian, 7 Februari, giliran Irwan yang merupakan bos PT Solitech Media Sinergy, ikut dijadikan tersangka dalam perkara sama.
Irwan diduga berperan sebagai pemberi saran dan masukan untuk menguntungkan perusahaan tertentu dalam lelang proyek tersebut.
Percakapan mengenai adanya permintaan sejumlah uang oleh Johnny G Plate tersebut termaktub dalam berkas pemeriksaan Anang, yang didapat Klub Jurnalis Investigasi (KJI), Rabu 29 Maret 2023.
Bila dirunut, isi pembicaraan Anang dan Irwan itu bermula pada 2020. Ketika itu, Anang menerima informasi dari Happy Endah Palupy—Kepala Bagian Tata Usaha Kominfo sekaligus sekretaris pribadi Plate—tentang kebutuhan ‘biaya operasional’.
Anang tidak merespons informasi yang disampaikan Happy di lantai 7 Gedung Kominfo, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 7, Jakarta.
Tapi setahun kemudian, Anang mendengar langsung permintaan bantuan uang itu dari mulut Plate saat mereka bersua di ruangan menteri.
Anang dalam berkas pemeriksaannya mengakui lupa hari dan tanggal perjumpaan dengan Plate. Ia hanya mengingat kejadiannya bulan Januari 2021.
Tapi, Anang masih betul-betul mengingat isi percakapannya dengan Plate dalam pertemuan itu.
“Apakah Happy sudah menyampaikan sesuatu?” tanya Plate.
“Soal apa?” jawab Anang.
“Soal dana operasional tim pendukung menteri, sekitar 500 juta setiap bulan, untuk anak-anak kantor. Nanti Happy akan ngomong sama kamu,” kata Plate.
Selepas pertemuan itu, Anang langsung menemui Happy.
“Pak Menteri sudah menyampaikan soal dana operasional, tapi kasih saya waktu ya,” pinta Anang.
Tiga atau lima hari setelahnya, Anang kembali ditanya Happy mengenai setoran Rp 500 juta per bulan tersebut. Anang menjawab, “Belum ketemu solusinya.”
Beberapa hari kemudian, Anang bertandang ke kantor Moratelindo. Di sanalah ia bertemu dan meminta bantuan kepada Irwan.
Setelah mendapat kesanggupan Irwan, beberapa hari kemudian, Anang kembali bertemu Happy.
“Bila nanti ada dana operasional, kepada siapa diserahkan?” tanya Anang kepada Happy.
Happy lalu memberikan nomor ponsel seseorang bernama Yunita, yang kemudian diserahkan Anang ke Irwan.
“Ini kontak penerima kalau sudah ada solusi dana operasional tim pendukung pak menteri yang kemarin saya sampaikan,” kata Anang.
Anang mengakui dalam berkas pemeriksaannya, setelah memberikan nomor kontak Yunita kepada Irwan, ia tak pernah lagi mengonfirmasi apakah setoran Rp 500 juta per bulan itu lancar.
Sebulan kemudian, Februari 2021, ketika Anang ke ruangan Plate untuk membahas pekerjaan, sang menteri sempat bertanya perihal realisasi setoran dana operasional itu.
“Harusnya sudah pak menteri,” jawab Anang.
“Ini penting buat anak-anak kerja,” timpal Plate.
Suara.com, bersama sejumlah media daring yang tergabung dalam KJI sudah berusaha mengonfirmasi dugaan aliran dana Rp 500 juta tersebut melalui surat.
Namun, surat yang ditujukan kepada Johnny G Plate Plate, Happy Endah Palupy, hingga Kepala Biro Humas Kominfo Rhina Anita Ernita Martono, tak berbalas.
Padahal, Senin 6 Maret 2023, Suara.com mendapat pemberitahuan dari Kominfo melalui pesan WhatsApp bahwa mereka sudah menerima surat permintaan konfirmasi itu dan teragendakan dengan nomor 557.
Tim KJI kemudian sempat bertemu Rhina serta Usman Kansong—Dirjen Informasi dan Komunikasi Kominfo—di sela-sela acara konferensi pers di Kantor Kominfo, Jumat 24 Maret.
Baik Usman maupun Rhina mengakui tidak mengetahui adanya dugaan aliran uang yang disebut ‘dana operasional’ tersebut.
“Mohon maaf, Kominfo belum bisa memberikan keterangan,” ujar Rhina.
Sabtu 25 Maret akhir pekan lalu, tim KJI meminta keterangan dari Kresna Hutahuruk, kuasa hukum Anang Achmad Latif.
Kresna hanya mengatakan proses penyelidikan terhadap kliennya serta pihak-pihak terkait perkara korupsi BTS BAKTI Kominfo itu masih diproses Kejagung.
“Klien kami siap mengikuti segala proses hukum yang sedang dan akan berjalan,” kata Kresna.
Tiap Rabu
JOHNY G PLATE, sebagai pucuk pemimpin lembaga yang menangani proyek itu, sudah dua kali diperiksa sebagai saksi, yakni 14 Februari dan 15 Maret 2023.
Kali terakhir diperiksa, Plate didudukkan oleh penyidik sebagai pengguna anggaran (PA) perencanaan proyek BTS BAKTI.
Plate diduga memanipulasi pertanggungjawaban kemajuan proyek BAKTI, sehingga 100 persen dana bisa dicairkan lebih dulu.
Sang menteri juga diperiksa terkait adik kandungnya, Gregorius Aleks Plate, yang disebut menikmati fasilitas pemerintah berkat jabatan abangnya. Aleks diketahui sudah mengembalikan sekitar Rp 543 juta ke pemerintah dalam kasus ini.
Jaksa mengatakan, uang lebih dari setengah miliar rupiah itu dikembalikan karena Aleks mendapatkan fasilitas keuangan yang tidak seharusnya.
Tetapi menurut sejumlah Sumber KJI yang mengetahui proses penegakkan hukum kasus ini, Plate juga diduga menerima setoran miliaran rupiah di beberapa bulan awal 2022, setelah dana proyek cair pada Desember 2021.
“Tiap Rabu disetornya,” ungkap Sumber KJI, Kamis 16 Februari lalu.
Biasanya, uangnya disetor tunai melalui sopir Happy Endah Palupy. Uang yang diserahkan tersebut diduga berasal dari sejumlah pihak, termasuk Galumbang dan Irwan Hermawan.
Duit yang diserahkan itu diduga berasal dari hasil pencairan anggaran proyek BTS BAKTI Kominfo.
Sumber KJI yang mengetahui proses pengerjaan proyek mengatakan, sejak awal dana pembangunan BTS 4G ini telah dinaikkan hingga lebih dari 40 persen.
Ia mengungkapkan, untuk membangun satu tower BTS, menelan biaya Rp 1,5 miliar hingga Rp 1,8 miliar, tergantung spesifikasi serta lokasi.
Namun, biaya itu justru digelembungkan menjadi Rp 2,5 sampai Rp 3,3 miliar per tower.
Tim KJI sudah menghubungi Plate dan Happy untuk mengonfirmasi informasi ini. Telepon dan pesan pendek yang dikirim tidak ditanggapi. Surat permohonan wawancara juga sudah disampaikan, tetapi belum direspons.
Muhammad Ali Nurdin, kuasa hukum Plate, hanya membalas memakai video bergambar anak-anak dan stiker orang sedang berdoa ketika dikonfirmasi Tim KJI via WhatsApp, Sabtu 18 Maret.
“Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT,” balas dia singkat.
Sementara Wakil Ketua Partai NasDem, Ahmad Ali mengatakan bahwa partai pernah bertanya kepada Plate soal keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti. Plate menjawab, ia sama sekali tidak terkait kasus tersebut.
“Ketika dia mengatakan tidak ada hubungannya, tidak ada kaitannya, apa kami harus tidak mempercayai?” kata Ahmad Ali, Sabtu 18 Maret.
Di lain sisi, Kasubdit Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo yang saat KJI terkait setoran ‘Rabu keramat’ ini tidak membantah atau mengiyakan.
“Kami belum bisa bilang ya atau tidak. Tapi kami masih mendalami,” kata Bowo sembari mengangguk-angguk saat diwawancarai KJI di Kantor Kejagung, Kamis 23 Februari.
Bersiasat sembari main kartu
SEBELUM menjadi Menkominfo, Johnny G Plate disebut sudah mengenal Jemy Sutjiawan, Direktur PT Sansaine Exindo—salah satu subkontraktor dalam proyek BTS BAKTI di wilayah Nusa Tenggara Timur.
PT Sansaine Exindo mengerjakan proyek BTS jatah PT Fiberhome Technologies Indonesia (FTI), PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkom Infra), dan PT Multi Trans Data—konsorsium yang memenangkan Paket I dari proyek yang dibelah menjadi lima bagian itu.
Sumber KJI dari penegak hukum membeberkan, Jemy memiliki kewenangan cukup besar di Kominfo.
Jemy disebut terlibat dalam sejumlah pengadaan di Kementerian Kominfo, termasuk dalam perencanaan proyek BTS pada 2020. Jemy dan Plate disebutnya sering bermain kartu bareng di sejumlah hotel di Jakarta.
“Di situ sambil mengatur proyek,” terang Sumber KJI.
Ia juga mengatakan, Jemy membeli sebuah pabrik di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat yang digunakan untuk memberi cap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bagi material yang digunakan FTI, perusahaan asal Tiongkok.
Jemy disinyalir membantu FTI mendapatkan proyek BTS 4G Bakti, padahal perusahaan itu tak memenuhi sejumlah syarat kualifikasi soal kepemilikan teknologi BTS 4G – LTE.
Kesaksian Sumber KJI tersebut diperkuat oleh Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, tentang dugaan patgulipat proyek tesebut.
Dalam LHP BPK Nomor 40/LHP/XVI/01/2022 tertanggal 31 Januari 2022, disebutkan bahwa Fiberhome saat tender menggunakan kontrak milik perusahaan China yang lain, yakni Datang Mobile Communication Equipment Co (DT)—untuk membuktikan kepemilikan teknologi BTS 4G-LTE. Padahal FTI hanya berperan sebagai reseller DT di Tanah Air.
“PT FTI adalah sebagai distributor yang ditunjuk DT untuk perdagangan produk DT di Indonesia,” tulis BPK dalam laporannya, halaman 108.
BPK juga menemukan PT FTI tak memenuhi syarat tentang pengalaman pembangunan BTS seperti yang tercantum dalam dokumen prakualifikasi.
Agar memenuhi syarat, setiap perusahaan peserta tender harus sudah pernah membangun BTS di Indonesia atau luar negeri dengan jumlah site minimal 50 persen dari jumlah paket yang diikuti dalam lelang.
“Yang disampaikan bukan pengalaman dari PT FTI, melainkan pengalaman/kontrak antara DT dan China Mobile Communication Group.”
Dalam syarat pengalaman pengoperasian dan perawatan BTS, FTI juga dinilai tak layak lolos karena lagi-lagi menggunakan dokumen pengalaman DT.
“Fiberhome nurut ke Jemy, karena masuk (ke proyek BTS Bakti) karena dorongan Jemy,” kata Sumber KJI.
Dalam kasus BTS 4G Bakti, Jemy termasuk saksi yang diperiksa pertama dan berkali-kali oleh Kejagung. Ia juga sudah dicegah pergi ke luar negeri.
KJI telah menghubungi Jemy untuk meminta konfirmasi. Ia menolak untuk menjawab pertanyaan dan mengatakan akan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
”Mohon maaf sebelumnya kami belum bisa menjawab pertanyaannya,” kata Jemy, yang pada 2002 pernah divonis 8 bulan penjara dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, saat dihubungi tanggal 2 Maret.
Tim KJI juga telah menghubungi konsorsium melalui PT FTI via WhatsApp, telepon, dan berkirim surat. Namun hingga tulisan ini tayang, belum ada jawaban yang diterima.
Sementara seusai memeriksa Plate pada Rabu 15 Maret lalu, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung RI Kuntadi mengatakan, gelar perkara akan dilakukan dalam waktu dekat. Salah satu tujuannya untuk menentukan status hukum Plate.
“Sekaligus di dalamnya, termasuk juga terkait posisi JP,” kata Kuntadi di kantor Kejagung pada Rabu (15/3/2023).
Proyek mangkrak
PATGULIPAT dalam proyek ini berujung pangkal pada ambisi Presiden Joko Widodo mempercepat transformasi digital seluruh daerah Indonesia.
Instrumen utama untuk mewujudkan cita-cita sang presiden adalah membangun base transceiver station (BTS) 4G BAKTI bagi wilayah 3T—tertinggal, terdepan dan terluar.
Berbekal perintah Jokowi, Kementerian Kominfo dalam rencana strategis 2020-2024, berambisi membangun lebih dari 9000 BTS di seluruh Indonesia.
Sekitar 7.094 BTS akan dibangun BAKTI di wilayah 3T, sementara sisanya tanggung jawab operator telekomunikasi.
BTS 4G tanggung jawab BAKTI akan dibangun dalam dua tahap. Sebanyak 4.200 unit ditargetkan rampung tahun 2021. Sedangkan 3.704 unit sisanya tahun 2022.
Awal 2021, BAKTI Kominfo mengumumkan pemenang tender proyek tahap satu. Dana proyeknya diestimasi menghabiskan Rp 28,3 triliun.
Dana proyek tahap pertama itu bersumber dari Universal Service Obligation (USO) yang tak lain setoran para operator telekomunikasi, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan anggaran Kementerian Kominfo—dibagi juga dalam lima paket menurut wilayah.
Pada Paket I, BTS 4G akan dibangun BAKTI di 725 desa di Sumatera, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Sedangkan Paket II akan dibangun di 710 desa yang tersebar di Sulawesi serta Maluku.
Dua paket proyek itu—dengan nilai sekitar Rp 9,5 triliun–digarap oleh konsorsium PT FTI; PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Infra); dan, PT Multi Trans Data (MTD).
Paket III—dikerjakan konsorsium PT Aplikasinusa Lintasarta (PT AL); PT Huawei Tech Investment (PT HWI); dan, PT Surya Energi Indotama (PT SEI)—membangun BTS 4G di 954 desa di Papua, Papua Barat, serta Papua Bagian Tengah-Barat. Proyek ini bernilai Rp 6,8 triliun.
Paket IV membangun BTS 4G di 966 desa di Papua Bagian Tengah-Utara. Sementara Paket V bertanggung jawab atas pembangunan 845 unit BTS di Papua Bagian Timur Selatan.
Dua paket yang disebut terakhir itu dimenangkan oleh konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia (PT ZTEI). Nilai paketnya sekitar Rp 11,8 triliun.
Tapi, seluruh proyek tahap satu tak ada yang rampung sesuai target. Selain itu, sejumlah kejanggalan mulai bermunculan.
Mengutip LHP BPK yang diperoleh KJI, per 31 Oktober 2021 pengerjaan Paket I dan II baru rampung 63 persen dari target 93 persen.
Sementara Paket III baru mencapai 79 persen dari target 86 persen. Paket IV dan V rampung 59 persen dari target 84 persen.
“Dapat disimpulkan bahwa proyek BTS 4G pada 4.200 desa pada TA 2021 kemungkinan besar akan mengalami keterlambatan dari jadwal yang tertera dalam kontrak,” tulis BPK dalam laporannya.
Tetapi Sumber KJI yang terlibat dalam pembangunan BTS 4G BAKTI justru mengatakan hingga akhir 2021, hanya 320 unit yang sudah terbangun.
“Bayangkan, dari 4.200 rencananya, di akhir 2021 baru selesai 320 BTS. Itu setahun kan?” kata dia.
Penelusuran KJI di lapangan pada pertengahan Maret, menguatkan hasil pemeriksaan BPK dan keterangan Sumber tersebut.
Di Desa Wangkar Weli, Kecamatan Poco Ranaka, Manggarai Timur, NTT, terlihat rangka menara BTS BAKTI bertuliskan Fiberhome teronggok di pinggir jalan. Damianus Jehadi, warga setempat, mengatakan rangka itu sudah tergeletak di lokasi tersebut sejak 2022.
“Setahun lebih sudah,” kata Damianus saat ditemui tim KJI, Senin 13 Maret.
Kondisi yang sama terjadi di Desa Compang Kantar, Kecamatan Rana Mese, Manggarai Timur. Elisabet, warga lokal, menunjukkan kepada KJI menara BTS yang belum rampung dibangun sejak 2021.
“Itu besi-besi tower yang belum dibangun. Buat menara. Sejak awal 2021. Padahal sudah lima kali pengerjaan dari lima perusahaan berbeda, tapi enggak jadi-jadi,” kata Elisabet, Selasa 14 Maret.
Survei dari balik meja
SELAIN adanya dugaan penyelewengan dana serta proyek mangkrak, terdapat persoalan ruwetnya tata kelola proyek pengadaan BTS 4G BAKTI Kementerian Kominfo.
Dalam LHP BPK, lembaga itu menemukan masalah mulai dari perencanaan, lelang, serta implementasi proyek.
Saat perencanaan, misalnya, survei lokasi dilakukan setelah penandatanganan kontrak pembelian.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan adanya perbedaan komponen biaya dalam lingkup penawaran harga antara KAK, HPS, dan dokumen penawaran payung.
”Bahkan terdapat pembangunan 2 BTS pada satu desa akibat adanya perubahan lokasi,” tertulis pada laporan BPK.
BAKTI disinyalir memperoleh data lokasi BTS 4G sebanyak 7.904 desa dari Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika (Ditdal PPI), alih-alih melakukan survei di lapangan.
Alhasil ada BTS yang dibangun di lokasi yang sudah dilayani oleh tower Telkomsel, yang tidak lain adalah perusahaan milik Negara.
BPK menemukan jenis kontrak dan pelaksanaan kontrak tidak sesuai ketentuan. Ini diketahui dari perbedaan kontrak pembelian dengan kontrak payung pembangunan BTS paket 1, 2, dan 3.
Perbedaan ini terjadi karena adanya perubahan spesifikasi pada kontrak pembelian dan kontrak payung. Sebab, BAKTI dan penyedia baru melakukan survei setelah kontrak pembelian dan payung ditandatangani.
Juga diketahui ada lahan BTS yang belum seluruhnya memperoleh izin mendirikan bangunan dan didukung dengan surat perjanjian pinjam pakai.
”Akibatnya terdapat potensi pemborosan atas komponen biaya dalam kontrak sebesar Rp 1,5 triliun,” tulis BPK.
BPK juga menemukan proses pengadaan proyek BTS dan infrastruktur pendukungnya tidak sesuai ketentuan. Pada tahap kualifikasi, syarat dalam dokumen prakualifikasi disusun tidak sesuai ketentuan dan membatasi kesempatan partisipasi dari calon penyedia lain.
Pada tahap pelaksanaan tender, dokumen ternyata belum mengatur secara detail mekanisme dan aturan dalam pelaksanaan lelang. Bahkan, penyelenggara lelang tidak melakukan penilaian terhadap kewajaran harga satuan sehingga harganya membengkak.
BPK dalam pemeriksaannya juga menemukan masalah pada Peraturan Direktur BAKTI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Infrastruktur BTS dan pendukungnya. Regulasi ini antara lain mengizinkan pembayaran dilakukan apabila barang atau perangkat telah berada di lokasi pekerjaan.
Pembayaran di awal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Selain itu, tulis BPK, pembayaran sebelum proyek dilakukan ini melanggar Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.
Dua aturan ini melarang pembayaran di muka mencapai 80 persen, jika proyek belum dirampungkan.
KJI sudah mewawancarai juru bicara Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan terkait temuan BPK ini. Tapi Kemenkeu keberatan keterangan mereka dikutip.
Sementara Achsanul Qosasi, Anggota III BPK, mengatakan semua laporan yang ditulis auditornya menyiratkan ada masalah dalam tata kelola proyek BTS 4G Bakti Kominfo.
BPK, kata Achsanul, akan melakukan audit lanjutan untuk menindaklanjuti temuan baru terkait kerugian negara dan laporan keuangan kementerian dan BAKTI.
”Kami belum bisa menyampaikan hasilnya karena masih dalam proses audit,” ujarnya saat ditemui di Kantor BPK, Senin 6 Maret 2023.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun mengatakan hal serupa. Juru Bicara BPKP Azwad Zamroodin Hakim mengaku, kerugian negara akibat korupsi BTS 4G yang dilakukan BAKTI Kominfo ini masih dalam proses perhitungan yang mereka lakukan sejak awal 2023.
Adapun ruang lingkup audit adalah Penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo tahun 2020 hingga 2022 yang mencakup kegiatan yang berupa capital expenditure.
“Kami masih dalam proses audit penghitungan keuangan negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyediaan Infrastruktur BTS,” kata Azwad, Kamis 2 Maret lalu.