Komisi III DPR akan memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna meminta keterangan terkait kisruh tes wawasan kebangsaan (TWK) yang berbuntut pemecatan 57 pegawai.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Arsul Sani. Namun, Asrul tak menjawab lebih lanjut kapan pemanggilan akan dilakukan.
“Nanti kami dengarkan dulu penjelasan KPK di Komisi III,” kata Arsul lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/9).
CNNIndonesia.com pun menghubungi anggota dan pimpinan komisi yakni dari fraksi PKB Jazilul Fawaid dan Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni. Dua wakil rakyat yang dihubungi itu belum menjawab hingga berita ini ditulis. Selain itu, CNNINdonesia.com pun telah menghubungi Juru Bicara KPK, Ali Fikri terkait rencana pemanggilan tersebut, namun belum ada jawaban.
Pemanggilan DPR terhadap KPK telah sesuai ketentuan, sebab komisi antirasuah kini berada dalam lingkup eksekutif sesuai UU KPK Nomor 19/2019. Lewat pemberlakuan revisi UU tersebut, beberapa waktu lalu pengajar hukum tata negara dari UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan DPR memiliki wewenang terhadap KPK.
Selain itu, sejumlah pihak pun mendorong kepada DPR untuk juga menekan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) segera bersikap atas hasil TWK KPK yang menjadi dasar pemberhentian puluhan pegawai lembaga antirasuah itu. Pemecatan terhadap total 57 pegawai itu dilakukan KPK per 30 September mendatang dari semula 1 November 2021.
Dalam perkara ini, Komnas HAM dan Ombudsman RI sudah menyampaikan hasil temuan mereka soal TWK KPK ke Jokowi untuk disikapi. Dua lembaga negara itu pun menegaskan temuan mereka tak terpengaruh atas putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konsitusi karena beda koridor.
Sesuai rekomendasi Ombudsman, Jokowi memiliki waktu 60 hari guna melaksanakan rekomendasi sejak diserahkan. Hal itu diatur dalam pasal 38 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Peneliti Pusat Antikorupsi UGM Yogyakarta, Zaenur Rahman mengatakan, Jokowi wajib memenuhi rekomendasi tersebut atau terancam Presiden melanggar undang-undang. Menurut dia, pemerintah atau Jokowi memiliki konsekuensi jika tak melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
“Artinya Presiden mengabaikan UU ombudsman yang mewajibkan tindak lanjut. Itu kemudian Presiden wajib untuk diawasi, dikontrol oleh DPR,” kata Zaenur, Rabu (22/9).
(thr/kid)