Suara.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, melaporkan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar ke Polda Metro Jaya. Keduanya dipolisikan karena dianggap melakukan pencemaran nama baik.
Menanggapi itu, kuasa hukum Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, Julius Ibrani, menilai demokrasi negara sudah hancur.
Julius melihat tujuan dari reaksi yang ditunjukan Luhut akan berakhir pada pemenjaraan. Sebab sedari awal Luhut sudah pasang badan dengan melayangkan somasi hingga membuat pelaporan kepada aparat berwajib.
Menurutnya apa yang disampaikan oleh Haris Azhar dan Fatia soal keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang emas di Papua berdasarkan hasil kajian dan penelitian.
Baca Juga:
Luhut Polisikan Aktivis, LBH: Mestinya Cukup Beri Klarifikasi, Bukan Bertindak Represif
Ketimbang mengambil jalur hukum, pihak Luhut masih bisa hanya menyampaikan klarifikasi atas pernyataan Haris dan Fatia.
“Diskusi substansinya tidak ada sama sekali, bahwa dia pejabat publik harus siap membuka ruang diskusi publik ternyata tidak ada juga,” kata Julius dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (22/9/2021).
Melihat sikap yang ditunjukan Luhut, Julius menganggap kalau demokrasi Indonesia sudah hancur. Tidak ada upaya untuk mengadakan diskusi publik bahkan masyarakat sipil pun dihalang-halangi untuk menyuarakan aspirasinya.
“Menurut kami ini sudah melampaui ruang demokrasi, demokrasi kita hancur dengan adanya pelaporan pidana ini, ruang diskusi publik hancur, peran masyarakat sipil juga jelas-jelas diberangus seperti ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Julius berpesan kepada pihak kepolisian terutama Kapolri untuk bisa melakukan pemeriksaan terhadap pelaporan tersebut secara substantif dengan memperhatikan konteks dan intertekstualitas dari pernyataan Fatia.
Baca Juga:
Luhut Laporkan Haris Azhar dan Fatia KontraS, Tim Hukum: Ciri-ciri Negara Otoriter
Kasus ini juga dinilai Julius semestinya menjadi konsen dari Komnas HAM dan Kemenko Polhukam di mana masyarakat sipil yang menyuarakan pendapatnya malah diberangus.
“Semakin digerus dengan pola-pola yang menyerang baik secara perdata, gugatan ataupun kriminalisasi ya dalam konteks pidana, nah ini tidak bisa didiamkan.”