loading…
Film karya sutradara Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini menggabungkan jurnalisme investigasi dan budaya populer. Dengan pendekatan baru, film ini menyoroti tentang persoalan polusi sampah plastik yang masih menjadi tugas besar Indonesia.
“Pulau Plastik bukan hanya kolaborasi produser, film maker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan, dan seni menyoroti keprihatinan sampah plastik,” kata Dandhy saat jumpa pers di Plaza Senayan, Jakarta Kamis (29/4).
Baca Juga : Sinopsis Undercover, Han Jeong Hyeon Sembunyikan Identitas Sebagai Agen NIS
Menurutnya, kolaborasi berbagai pihak sangat penting ketika banyak masyarakat belum sadar akan darurat sampah di Indonesia. Pasalnya, sebagai negara dengan potensi sumber kekayaan laut yang sangat melimpah, Indonesia justru menjadi negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China.
Sampah plastik tersebut didominasi oleh plastik yang sulit terurai, seperti sedotan plastik yang jumlahnya bisa mencapai 93 juta setiap harinya. Banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, menjadi penyebab utama terkontaminasinya lautan yang ada di Indonesia.
Ini karena sampah terpecah menjadi mikroplastik, yang kemudian termakan dan masuk ke dalam tubuh biota laut. Tanpa disadari, sampah tersebut berakhir di hidangan piring masyarakat.
Baca Juga : Sinopsis The Penthouse 3, Lanjutkan Balas Dendam yang Mengejutkan
“Eksploitasi mineral secara brutal dan konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan jalan pintas menuju kehancuran planet bumi, jika kita tidak melakukan sesuatu, sekarang,” jelas Dandhy.
Sementara itu, film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi, dan ahli biologi serta penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi. Keduanya tergerak oleh masalah yang sama yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.
Robi dan Prigi berusaha mengumpulkan bukti tentang sejauh mana masalah sampah plastik yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Mereka pun mengelilingi area Jawa, bertemu dengan pakar, aktivis, hingga melakukan penelitian termasuk pada diri mereka sendiri.
Baca Juga : 15 Rekomendasi Film Bertema Islami Terbaik, Cocok Ditonton Selama Ramadhan
Sedangkan di Jakarta, Robi dan Prigi bertemu dengan Tiza Mafira. Seorang pengacara muda yang mendedikasikan dirinya untuk melobi pejabat publik dan sektor swasta untuk mengubah kebijakan tentang plastik sekali pakai.
“Saya sudah berusaha. Terkadang kita tidak perlu melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa lakukan hal kecil dengan semangat dan cinta. Selama saya masih bisa bersuara, saya tidak akan berhenti berusaha,” ucap Robi Navicula.
Angga Dwimas Sasongko selaku eksekutif produser Visinema Pictures mengungkapkan, film ini memiliki tujuan dan pesan yang baik yaitu mensosialisasikan bahaya plastik ke masyarakat sekaligus membantu gerakan aktivis lingkungan. Karena itu, Angga pun tak masalah soal pendapatan dari film ini.
“Namanya produser film, sustainability penting tapi kan kita nggak bikin satu film saja. Ada film-film lain juga kita garap. Satu film support yang lain,” ungkap Angga.
(dra)