Alasan Trump Bisa Mulus Nyapres Meski Jadi Pelaku Pelecehan Seks

Alasan Trump Bisa Mulus Nyapres Meski Jadi Pelaku Pelecehan Seks

Jakarta, CNN Indonesia

Pengadilan Federal Manhattan, New York, menyatakan eks Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersalah atas kasus pelecehan seksual terhadap penulis bernama Jean Carroll, pada musim semi 1996 silam.

Hakim memerintahkan Trump membayar kompensasi kepada Carroll sebesar US$5 juta (setara Rp73,6 miliar) atas pelecehan dan pencemaran nama baik.

Meski Trump dinyatakan bersalah, presiden AS periode 2017-2021 itu tetap bisa melanjutkan pencalonan dirinya sebagai presiden pada pemilu AS 2024. Trump bakal kembali bersaing dengan Presiden Joe Biden memperebutkan kursi pemerintahan.

Kenapa Trump masih bisa mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat meski dinyatakan bersalah?

Dilansir dari CNN, putusan pengadilan dalam kasus Carroll pada hakikatnya memang tidak memiliki efek hukum pada pencalonan Trump di pemilu 2024 mendatang.

Alasannya, karena kasus ini termasuk dalam kasus perdata bukan pidana. Seseorang yang diputus bersalah dalam kasus perdata hanya akan mendapat sanksi berupa kewajiban melaksanakan sesuatu yang diperintahkan hakim atau hilangnya suatu keadaan hukum (misalnya pernikahan yang berujung perceraian).

Pada kasus Trump, ia hanya diminta hakim membayar kompensasi kepada Carroll atas tindakan pelecehan tersebut.

Selain masalah perdata, dalam Konstitusi AS juga tak ada larangan bagi kandidat dengan catatan kriminal untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

[Gambas:Video CNN]

AS hanya melayangkan tiga syarat untuk menjadi orang nomor satu di negara, yakni berusia minimal 35 tahun, tinggal di AS setidaknya 14 tahun, dan lahir di AS atau setidaknya punya salah satu orang tua berkewarganegaraan AS.

“Sebenarnya tidak banyak persyaratan konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai presiden,” kata profesor di Sekolah Hukum New York, Anna G. Cominsky, seperti dikutip Washington Post.

“Tidak ada larangan eksplisit dalam Konstitusi sehubungan dengan adanya dakwaan yang tertunda atau bahkan dihukum.”

Sebelum kasus ini pun, Trump pernah tersandung kasus perdata lain yakni kasus penipuan pada 2016. Kasus itu selesai tak lama setelah ia terpilih sebagai presiden.

Ia juga pernah terseret masalah penanganan dokumen dari Gedung Putih dan dugaan upaya mengganggu sertifikasi pemilihan Kongres 2020. Namun, ia masih bisa terus mengemban jabatan.

Namun sebagai dampak masalah hukum ini, Trump berpotensi kehilangan hak pilih dalam pencalonan yang akan datang.

Menurut Konferensi Nasional Badan Legislatif Negara Bagian, orang yang dihukum karena kejahatan tertentu di 11 negara bagian kehilangan hak pilihnya tanpa batas waktu. Mereka membutuhkan pengampunan dari gubernur untuk memulihkan hak pilih tersebut.

“Jika Donald Trump dihukum karena kejahatan, dia akan dilarang memilih dirinya sendiri di negara bagian tertentu,” kata profesor hukum di Sekolah Hukum Georgetown, Caroline Fredrickson.

Sejak awal, banyak analis berpendapat bahwa dakwaan terhadap Trump dan proses hukumnya bisa memengaruhi pencalonan yang bersangkutan baik secara positif maupun negatif.

Kendati begitu, beberapa penasihat Trump menilai kontroversi dan drama hukum adalah medan yang menguntungkan bagi Trump. Sebab dengan ini, pria berusia 76 tahun itu kembali menjadi pusat perhatian sebagai tokoh dominan di partainya.

(blq/dna)


[Gambas:Video CNN]


Scroll to Top